Jumat, 22 April 2011

Prospek Keperawatan dalam periode 5 tahun kedepan



 Berdasarkan pandangan keadaan real pada saat ini, saya melihat perkembangan keperawatan pada 5-6 tahun kedepan masih begitu suram, hal dapat dilihat dari belum adanya kemauan baik dari kementerian kesehatan RDTL, dimana prospek pengembangan keperawatan  tidak berjalan dengan baik. hal mana yg telah diupayakan oleh kementerian kelihatan sekarang tidak berjalan mulus, terutama pengembangan dalam hal mengejar kualitas pelayanan keperawatan di Timor leste. Oleh karena pengalihan fokus pada Mahasiswa Umum, belum akan menjawab kualitas pelayanan. Hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah telah menghentikan pengembangan kapasitas bagi perawat yg telah mengabdi puluhan tahun namun sekarang jalur yang disiapkan bagi mereka telah tertutup. Oleh karena itu prospek kedepan kita hanya mengharapkan produk-produk keperawatan dari UNTL yg nota benenya dari Kelas umum, hal ini memberikan kekwatiran terhadap kualitas oleh karena para pendidik dan pembimbing lapangan pun belum memenuhi syarat. Dimana mayoritas anggota keperawatan yang ada di lapangan pendidikannya lebih rendah dari institusi pendidikan yang diprogramkan. Contoh: Program pendidikan yang sekarang diterapkan pada institusi pendidikan sekarang adalah tingkat Diploma III, dan menurut data dari HNGV bahwa para pembimbing yang ada tingkat pendidikan SPK dan juga DIII keperawatan. Hal ini membuat keraguan dalam pemikiran kita, bagaimana mungkin untuk mengejar kualitas pelayanan dan pendidikan jikalau pendidiknya sendiri kelas pemahamanannya lebih rendah dari apa yang sedang dipelajari oleh para mahasiswa Diploma III sekarang, apalagi dengan perkembangan zaman seperti saat ini, maka sangatlah sulit bagi institusi kesehatan untuk mengejar kualitas pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan kepada mereka.
Sehingga kita dapat melihat bahwa, kedepan untuk  prospek bagi pengemangan keperawatan belum dijamin kualitasnya, hal lain jika pemerintah mempunyai dasar pengembangan dan prinsip bahwa hanya untuk mengejar kuantitas maka jawabanya Kementerian kesehatan sudah lambat laun sudah bisa menjawab sedikit demi sedikit namun untuk menjamin kualitas menurut kami, belum bisa dalam kurun waktu lima tahun kedepan.
Kedepannya menurut kami, pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan tidak boleh membuat diskriminatif dalam pengembangan profesi kesehatan di Timr leste, hal mana dapat kita lihat bahwa apabila dari profesi kesehatan lainya yang nota benenya juga sebagai pegawai di Timor Leste, bila meminta bantuan beasiswa untuk menambah ilmu keperawatan, Analis atau Bidang profesi kesehatan lainnya, jawabanya selalu saja tidak ada anggarannegara yang dialokasikan kepada mereka, namun anggaran yang diprioritaskan hanya untuk Medis, dimana sebagian medis walaupun baru saja menyelesaikan bidang kedokterannya belum sampai setahunpun sudah pergi mengambil pendidikan espesialisasi. Sedangkan untuk tingkat profesi lainnya sudah cukup dengan SPK,SMAK,SPRG,SMF dimana sederajat dengan SLTA saat ini, dan apabila kita melakukan komparasi dengan negara berkembang lainnya maka prospek keperawatan dari tingkat pendidikannya minimal Sarjana(S1) dan posisi sebagai Akademi itu adalah Pembantu Perawat, dan akan disebut sebagai  perawat apabila tingkat Pendidikan   minimal S1. jika kita melihat kembali pada keadaan real misalnya di HNGV dari total tenaga kesehatan yang bekerja di HNGV 444 orang tenaga, dari sekian Perawat menduduki posisi terbanyak sekitar 210 perawat, dan dari 210 tersebut  yang tingkat pendidikan SPK sekitar 165 orang hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan keperawatan masih sangat rendah di HNGV, hal ini bagaimana untuk menjamin kualitas pelayanan keperawatan.

Kedepannya kita juga sangat mengharapkan agar seharusnya  Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan mengupayakan agar dilanjutkannya program pendidikan yang telah dibuka oleh ICS dengan Kelas Paralel di Hospital Nacional Guido Valadares, sehingga apabila para perawat mau melanjutkan pendidikan keperawatannya bisa dilaksanakan di HNGV dan itu akan sangat membantu, dan tidak mempengaruhi program kerja, seperti yang telah dijalankan oleh satu(1) Kelas Paralel HNGV. Dan hal ini jika kedepannya mutu pelayanan keperawatan akan lebih baik, jikalau semua tenaga keperawatan yang ada dikembangkan terus-menerus. Kelas Paralel HNGV bisa fasilitasi  juga kepada tenaga keperawatan yang berasal dari Distrik dan Hospital Referencia se Timor Leste. Jika setiap tahun diupayakan berkisar antara 60-80 orang,
 Maka prospek untuk 5 tahun ada baiknya. Karena sekitar 400 orang tenaga kesehatan yang bisa menambah pengetahuan dari sekian tenaga perawat yang ada di Timor Leste.
            Tetapi kedepannya jikalau KemenKes tidak tetap mengupayakan pengembangan tenaga kesehatan secara  menyeluruh maka tahun 2011 yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai tahun Pengembangan Sumber daya Manusia(Ano de Rekursu Humanus)  tidak ada artinya dan mungkin hanya sebagai Slogan Kampanye Politik saja. Tetapi pada kenyataannya tidak terealisir. Hal mana telah terbukti berkisar antara Bilan Februari hingga april 2001 ini, sebagian dari Tenaga kesehatan yang berminat mau melanjutkan pendidikannya tidak ada anggaran yang dialokasikan kepada tenaga profesional kesehatan seperti Perawat,Analis,Radiologi dan Lainnya, Namun Anggaran negara hanya dikhususkan kepada program spesialisasi kedokteran. Ada data juga yang mendukung bahwa sebelumnya juga menunjukan realitas bahwa sebagian tenaga kesehatan yang melanjutkan pendidikan, seperti Keperawatan Gigi, mereka disuruh bayar sendiri, dengan modal gaji Level 3, padahal mereka telah lama mengabdi kepada kementerian kesehatan terutama pengabdian mereka pada wilayah basis, seperti Rumah Sakit dan Puskesmas, mereka bekerja dengan kondisi seadanya, dan bila meminta untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi disuruh Bayar sendiri. Dan tidak ada niat baik untuk mengalokasikan dana kepada mereka Sedangkan pihak profesi kesehatan tertentu, dan belum mengabdikan dirinya sampai setahun sudah bisa pergi kuliah lagi, bahkan Gajinya sebagai pegawai Temporariu tetap jalan, dan lebih istimewanya lagi Levelnya akan naik otomatis setelah satu tahun  bekerja dan mendapat beasiswa.  
Prospek yang tidak pernah akan berkembang kedepannya adalah masalah diskrimasi  tingkat Level gaji pada kementerian Kesehatan ; kenyataan yang ada bahwa bagi tenaga profesi Dokter dilakukan sangatlah istimewa dan luar biasa perlakuan pemerintah terhadap profesi dokter, namun untuk kalangan profesi kesehatan lainnya di sepelekan dan dianak tirikan  seperti masalah sekolah tersebut diatas, dan masalah gaji . seorang Dokter adalah seoarang lulusan pendidikan tinggi (sarjana) kedokteran, dan jika kementerian melakukan kontrak kerja  dengannya awalnya di kasih Level 5 selang setahun kemudian langsung Naik ke Level 6. Namun seorang Lulusan Sarjana Keperawatan atau misalnya seorang lulusan Sarjana Radiology dikasih level 3, atau seorang  Lulusan Sarjana Farmaci yang telah menyelesaikan especilisasinya Apoteker dikasih Level 4 dan itu   pun hanya kebetulan saja. begitu juga bidang lain seperti  Analis,Anastesi, kebidanan, itu hanya  mimpi pada level gajinya adalah 3.
Nah melihat hal diatas kita dapat bersepsai bahwa entah   pemikiran apa yang ada pada para lider kementerian kesehatan pada saat itu(2001-2010) hingga  saat ini sehingga memberlakukan sistim ini. Dan ini menimbulkan kecurigaan diskriminasi  Pada jajaran departemen kesehatan. Kedepan hal ini tidak pernah akan menjawab  tuntutan dari profesional kesehatan  karena Kementerian Kesehatan kelihatannya tidak pernah punya niat untuk menghargai pendidikan tenaga kesehatan lainnya, karena sejauh ini belum ada proposal dasar atau lobi yang dilakukan oleh Kementerian kesehatan ke Bagian Komisi Kepegawaian Timor leste, hal ini bisa terbukti  melalui  belum disahkannya Job deskripsi dari setiap profesi kesehatan yang telah di drafkan pada beberapa tahun yang lalu.  Job descripsi yang ada sekarang hanya  untuk merekrut adalah job berdasarkan level, namun para profesi melakukan pekerjaannya dengan menggunakan skill dan pengetahuan yang dimilikinya namun Pemerintah tidak menghargai tingkat pendidikan profesional Kesehatan itu.
Bagaimana mungkin Komisi Kepegawaian Timor leste akan mengalokasikan tenaga jikalau kementerian kesehatan belum memiliki draf  rencana pengembangan sumber daya manusia  yang sustentability berdasarkan  tingkat pendidikan seseorang.
Bagaimana mungkin prospek kedepan akan ada jika tetap mengandalkan situasi sekarang yaitu Dokter boleh dipekerjakan dengan gaji level 6 sedangkan profesi kesehatan lainnya dengan level 3-4.
Kita mau mempertegas disini  bahwa Kementerian kesehatan tidak boleh hanya menghandalkan  profesi Dokter, dan melalaikan tenaga kesehatan lainnya, semua profesi kesehatan adalah satui kesatuan yang utuh dimana saling ketergantungan, jikalau hanya ada tenaga dokter di jamin pelayanan    kebidanan akan berjalan dengan baik jika tidak ada tenaga Bidan,perawat begitu juga jika ada dokter Namun tidak ada tenaga Radiologi dan atau Laboratorium, apakah pelayanan akan berjalan dengan baik.  Sehingga disini penulis ingin menyatakan bahwa pada bagian Direktorat Nasional Sumber daya Manusia(Diresaun Nasional Rekursu Humanus-DNRH) pada periode 2008 -2001 adalah tidak berhasil, oleh karena hal-hal yang sangat sensitif dan dianggap sangatlah penting belum berhasil diselesaikan oleh bagian ini.
Hal-hal yang mengindikasikan bahwa belum berhasilnya   DNRH  periode 2008-2011 adalah sebagai berikut:
  1. Belum dirampungnya dan belum diimplementasikannya rezim Karreias espesial untuk tenaga kesehatan.
  2. Belum adanya fungsional analisi berdasarakn beban kerja dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dirumahksakit dan Puskesmas
  3. Belum adanya kesahan dari Draf   Job Deskrispsi yang merupakan Acuan dasar untuk menghargai tingkat pendidikan tenaga kesehatan.
  4. Mengirim sebagian tenaga Kesehatan yang mendapat beasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya, kemudian Ijasah yang dikeluarkan oleh Universitas yang bekerja sama dengan Pemerintah Timor leste, ijasah itu sendiri   tidak diakui oleh Pemerintah.
  5. Beasiswa diskriminatif yang mana hanya untuk kalangan tertentu, misalnya tahun ini selesai beasiswa S1, tahun ini juga bisa mendapat lagi beasiswa S2. Namun untuk kalangan profesi bawa jika membutuhkan beasiswa tidak ada anggaran yang dialokasikan.
  6. 5 tahun kedepan Rumah Sakit Nasional yang merupakan Rumah sakit pendidikan pun tidak akan mengalami perubahan di Bidang Keperawatan, oleh karena sampai saat ini bagian keperawatan yang disiapkan baru 2 orang. dan   sementara yang ada hanya satu orang. Jadi kemungkinan Lima tahun  mungkin ada sarjana keperawatan sekitar 4-6 orang.  Apakah ini sudah bisa menjawab untuk dijadikan Rumah sakit pendidikan khususnya bagian keperawatan?
Belum  ada penghargaan dan pemerataan  terhadap tenaga kesehatan lainnya, seperti jika ingin  melanjutkan pendidikan kesehatan tidak ada alokasi dana dari anggaran negara kepada  mereka. Seolah-olah anggaran negara untuk pengembangan sumber daya  manusia hanya untuk profesi kedokteran.
Oleh karena itu meminta kepada semua komponen kesehatan agar memberlakukan tenaga kesehatan sama, dan  bukan menganakemaskan dan menganaktirikan para tenaga kesehatan yang sama-sama memberikan pengabidian kepada Masyarakat. Di daerah pedalaman tidak ada Dokter, Perawat dan Bidan akan  memikul semua beban yang ada. Dan Di Rumah sakit Dokter datang dan visit pasien lalu menghilang , seperti itu hingga saat ini belum ada pengakuan terhadap tenaga profesi kesehatan lainnya di Timor Leste. SAMPAI KAPAN??

BY : Enf. Santana Martins, Koordinator AETL Dili: E-mail : aetl_dili@sapo.tl ; conysika@yahoo.co.id
Data 20 APRIL 2011
Di Poskan oleh: OSAUBU CAILACO