Senin, 21 November 2011

SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

April 2, 2010 A. Pendahuluan Pada hikikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Kata “berkelanjutan” sekarang ini digunakkan secara meluas dalam lingkup program pembangunan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai ”menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, ”kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Upaya manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekonomi dalam jangka panjang biasanya hanya akan berakhir dengan kehancuran lingkungan, sekitar pertngahan tahun tujupuluhan duni diguncng dua krisis yaitu krisis energi dan krisis lingkunganm saat itu permintaan pasokan akan minyak bumi tinggi isedangkan pasokan cadangan minyak bumi terbatas, dan produksi rata-rata dilkukkan di negra timur tengah, sehingga mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi, bagi negara-negara industri dan devisa bagi pemproduksi minyak. Pada saat yang sama dunia dilanda krisis lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran berat, terutama hasil pembakaran petroleum dari kendaraan bermotor, mesin-mesin industri berat, dan sebgainya. Selain itu didunia pertanian terdapat booming pupuk kimia, obat-obatan pemberantas hama dan penyakit serta mesin-mesin pertanian berbahan bakar solar. Ternyata masuknya energi dari luar ekosistem memberikan dampak buruk baik anasir-anasir lingkungan dan membahayakan atau mengancam manusia. B. Pembahasan Di negara-negar barat, setelah revolusi industri, industri pertanian memnag didominasi oleh teknologi modern, dengan menggunakkan pupuk kimia, pestisida, dan bahan kimia lainnya. Dimana dahulu arus pemikiran utamanya adalah bahwa dengan penggunaan alat modern maka akan meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan sehingga bisa meningkatkan keuntungan agribisnis yang cukup besar, seingga melupakan dampak eksternalitas negatif yang dtimbukannya. Sektor ini dipascu untuk menghasilkan bahan baku bagi agroindustri dan lahan kebutuhan pangan. Namun demikian terdapat kesadaran baru pada tahunn1920-an untuk mempertimbangkan aspek biologis dan ekologis dalam pengelolaan industri-indistri pertanian. Amerika serikat memulai di tahun 1930-an dengan memunculkan konsep eco agriculture (pertanian lingkungan) sebagai solusi atas kemuduran produktivitas lahan dan bencana erosi. Pada tahun 1940an, mulai terdapat kesinambungan anatara teknologi kimia dan bilogi, melalui konsep pengendalian hayati hama dan penyakit (biological control for pest and diseases) Setelah perang dunia II penggunaan bahan kimia dan rekayasa teknologi meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an., dimana pada tahun yang sama terjadi krisis energi. Semua negara berlomba-lomba memacu produktivitas industri pertanian untuk memenuhi bahan baku agroindustri. Semangat berkompetisi melahirkan teknologi-teknologi baru didunia pertanian seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, dan teknologi canggih pertanian. Dinegara-negara selatan seperti Indonesia, dicanangkan program intensiifikasi usaha tani, khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan mendorong pemakaina benih varietas unggul (high variety vield), pupuk kimia dan obat-obatan pemeberantas hama dan penyakit. Kebijakkan pemerintah saat itumemang secara jelas merekomondasaikan penggunaan energi luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah satunya menganjurkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off). Kegagalan pertanian modern memaksa pakar pertanian dan lingkungan berpikir keras dan mencobamerumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atau back to nature. Jadi sebenarnay sistem pertaninan berkelanjutan merupakan paradigma lama yang mulai diaktualisasikan kembali menjelang masuk abad ke 21 ini. Hal ini merupakan fenomena keteraturan siklus alamiah sesuai dengan pergantian abad. Saat ini, negara-negara barat dilanda gelombang budaya teknologi tinggi (information technology) yang disertai pesatnya penggunaan teknologi super canggih dalam bidang telekomunikasi, misalnya penemuan internet, telepon seluler, dan lain sebagainya. Sementara, negara-negara selatan masih berada dalam masa transisi dari gelombang budaya pertanian ke gelombang budaya industri. Teknologi yang diadopsi oleh masyarakat manusia turut menentukkan semangat, corak, sifat, struktur, serta proses ekonomi, sosial, dan budaya. Ada dua peristiwa penting yang melahirkan paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan, peristiwa pertama adalah laporan Brundland dari komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987, yang mendefinisikan dan berupaya mempromosikan paradigma pembangunan berkelanjutan. Peristiwa kedua adalah konfrensi dunia di Rio de Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang memuat pembahasan agenda 21 dengan mempromosikan Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral pada dunia bahwa ”without better enviromental stewardship, development will be undermined” berbagai agenda penting termasuk pembahasan bidang yang termasuk dalam pembahasan bidang pertanian dalam konferensi tersebut antara lain sebagai berikut : Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha dibidang pertanian dalam arti yangluas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peikanan, dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia. Melakukan perawatan dan penigkatan SDA yang berbasis pertanian. Memenimalkan damapak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia. Mewujudkan keadilan sosoal antardesa dan antar sektor dengan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan. Memasuki abad 21 ini, kesadaran akan ertabiab yang anah lingkungan semakin meningkat, sejalan dengan tuntuan era globalisasi dan perdagangan bebas, ha ini terutama sekali dirasakan di negara-negara maju, misalnya negara-negara Amerika dan negara-negara Eropa. Smsentara itu negara-negara berkembang misalnya Indonesia, tampaknya masih terpuruk an berkutat dengan dampak negatif green revolution. Lahan-lahan sawah di pulau Jawa sebagai sentra produksi padi menunjukkan indikasi adanya oenuruanan produktifitas. Sawah-sawah mengalami kejenuhan berat atau pelandaian produktivitas karena pemakain pupuk kimia dan obat-obatan yang sudah melampaui ambang batas normal. Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya dan dipertajam dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabadikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat holistik mempertautkan berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Sistem pertanian berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan pada lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek sebagai berikut Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena dikendalikanoleh hukum alam. Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra ekonomis dan ekologis menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau kotoran ayam. Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti luas. Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan Kelayakan ekonomis (economic viability) Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly) Diterima secara sosial (Social just) Kepantasan secara budaya (Culturally approiate) Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach) Sejak tahun 1980an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep pembangunan berkelanjutan yang operasional dan diterima secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, dan tettunya masih ada banyak lagi yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinahe, 1993). Dengan perkataan lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi(profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang. Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan. Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah pterpeliharanya keragaman hayati dan daya lertur bilogis, sumber daya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan pada konservasi sustu kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehinnga ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hisup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan tindakan yang merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial. Dalam perspektif dinamis jangka panjang terdapat dua skenario ekstrim yang mungkin terjadi. Pertama, skenario mala petaka yakni terjadinya spiral atau lingkaran resesi ekonomi-penyakit sosial-degradasi alam. Resesi ekonomi yang dicirikan oleh pertumbuhan negative perekonomian dalam waktu yang cukup lama berdampak pada semakin meluasnya revelensi kemiskinan dan rawan pangan. Tekanan kemiskinan dan ancaman kelaparan mendorong timbulnya berbagai penyakit sosial seperti pencurian dan bahkan kekacauan sosial, selanjutnya mendorong masyarakat melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam sehingga kapasitas produksi sumber daya alam mengalami degradasi dan kesehatan lingkungan makin memburuk. Menurunnya kualitas sumber daya manusia, modal sosial dan kapasitas produksi sumber daya alam menyebabkan resesi ekonomi berlanjut makin parah, dan demikian seterusnya. Perekonomian yang tumbuh cukup pesat memungkinkan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia serta perluasan dan perbaikan modal sosial. Terpenuhinya kebutuhan hidup dan sosial mendorong terjadinya proses internalisasi kebutuhan akan kenyamanan lingkungan hidup dan kelestarin sumber daya alam. Sumber daya manusia, sosial, alam dan lingkungan yang semakin baik selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonoimi berkalanjutan selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sehingga tercipta kondisi ideal yakni zaman keemasan adil dan makmur. Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara global termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan sistim pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia. Perspektif pertanian berkelanjutan telah tersosialisasi secara global sebagai arah ideal pembangunan pertanian. Pertanian berkelanjutan bahkan kini tidak lagi sekedar wacana melainkan sudah menjadi gerakan global. Pertanian berkelanjutan telah menjadi dasar penyusunan protocol aturan pelaksanaan (rules of conduct) atau standar prosedur operasi “Praktek Pertanian yang Baik” (Good Agricultur Practices = GAP) sebagai sebuah gerakan global maka praktek pertanian berkelanjutan menjadi misi bersama komunitas internasional, negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga konsumen internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian berkelanjutan menjadi salah satu atribut preferensi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan agribisnis haruslah senantiasa mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar dapat memperoleh akses pasar, khususnya di pasar internasional. PPB yang pada dasarnya ialah operasionalisasi dari pertanian berkelanjutan, juga merupakan salah satu sumber keunggulan bersaing. Usaha agribisnis yang terbukti memenuhi standar PPB akan mampu mengalahkan perusahaan pesaing yang tidak memenuhi standar PPB. Agar dapat dipercaya secara internasional maka perusahaan perusahaan haruslah memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga independent bereputasi internasional yang biasa disebut “ecolabel”. Selain oleh warga dan organisasi masyarakat internasional, gerakan pertanian berkelanjutan juga sudah disepakati oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Promosi dan pengawasan praktek pertanian berkelanjutan merupakan salah satu pertimbangan dalam perumusan kebijakan perdagangan suatu negara. Dalam kaitan inilah kasus penolakan pengiriman ekspor prodik pertanian semakin kerap terjadi pada beberapa tahun terakhir. Itu berarti, kepatuhan terhadap standar pertanian berkelanjutan merupakan salah satu kunci bagi produk pertanian. Gerakan pertanian berkelanjutan juga didorong sekuat kuatnya oleh lembaga lembaga donor pembangunan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional dan Bank Pembangunan Asia. Kepatuhan terhadap praktek pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan salah satu persyaratan bantuan oleh lembaga dan Negara donor. Selain secara langsung dalam penentuan proyek pembangunan, tekanan untuk memenuhi praktek pertanian berkelanjutan juga dilakukan melalui penentuan atau penetapan kebijakan domestik suatu Negara, khususnya Negara Negara sedang berkembang yang membutuhkan bantuan pembangunan dari Negara dan lembaga donor pembiayaan pembangunan internasional. Pada gilirannya, kebijakan Negara penerima bantuan tersebut akan mengarahkan dan memaksa pengusaha agribisnis mematuhi standar praktek pertanian berkelanjutan. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, pengusaha agribisnis harus mematuhi standar praktek pertanian yang baik, merupakan tuntutan zaman yang harus diikuti. Petani dan pemerintah harus bekerja sama untuk mewujudkannya. Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu: Membangun pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Cara penyelenggaraan pmerintah yang baik(good goverment) sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu; bersih (clean), berkemampuan(competent), memberikan hasil positif(credible), dan secara publik dapat dipertanggung jawabkan(accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil bila diawali dengan cara penyenggaraan pemerintah yang baik, dimana pemerintah merupakan agen pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangun pemerintah yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat dipertanggung jawabkan. Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil. Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil. Di negara Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri yang berkaitan dengan produksi pangan yaitu: Upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi jumlah petani gurem, sementara pada saat bersamaan muncul gejala pelambatan produktivitas dan penurunan nilai tukar petani; Upaya mempertahankan momentum pertumbuhan tinggi produksi pangan dan membalikkan kecenderungan deselerasi pertumbuhan produksi menjadi akselerasi; Upaya mengatasi fenomena ketidakpastian produksi; dan Upaya meningkatkan daya saing produk pangan. Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani dan pemerataan hasil pembangunan Krisis multidimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 melonjak. Apabila hal ii dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada sektor pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan terkait dengan sektor pertanian. Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian Indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh masih sangat rendah dan kurang kompetitif di pasr dalam negeri maupun luar negeri. Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri. Negara berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang melakukan pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia yang tidak adil. Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh dengan cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini dicapai. Pertumbuhan sector pertanian yang makin cepat akan memacu pertumbuhan sector-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan ke belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian, sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai pengganda tenaga kerja, dan bukan sekedar pencipta kesempatan kerja. Membangun system agribisnis terkoordanatif Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional disetiap tingkatan usaha. Jaringan ahribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisma pasar (harga). Hubungan diantara sesama pelaku pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal. Dengan demikian pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan diantara pelaku agribisnis cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus ke kematian bersama. Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri, kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat serba gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik permintaan dan penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat rantai vertical agribisnis bersifat dualistic (Bell and Tai, 1969). Struktur agribisnis yang bersifat dulistik inilah yang menytebabkan masalah transisi dalam agribisnis (Simatupang,1995). Melestarikan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi banyak berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan di wilayah hulu yang berakibat langsung pada kualitas lingkungan di wilayah hilir. Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas baku lahan pertanian yang meningkatnya intensitas usahatani di daerah aliran sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua decade 1980-an, saat ini cenderung makin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non pertanian, khususnya di pulau Jawa,. Pada beberapa tahun terakhir, luas baku lahan sawah di luar Jawa juga telah mengalami penurunan. Membangun system iptek yang efisien Permasalan utama yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan pemanfaatan IPTEK pertanian adalah belum terbangunnya secara efisien system IPTEK pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategi) sampai hilir (pengkajian spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani). Efisiensi IPTEK di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi system IPTEK pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan (competent) dan produktif (credible). Juga perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien. Srategi umum dalam upaya mewujudkan visi pembangunan pertanian adalah sebagai berikut: Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan d. Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumber daya manusia pertanian Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna Memoromosikan dan memproteksi komoditas pertanian Program pembangunan pertanian dirumuskan dalam tiga program yaitu: Program Peningkatan Ketahanan Pangan Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaa yang cukup, tersedia setiap saat disemua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dan harga terjangkau. Ketahanan pangan mencakup konsep: Ketersediaan pangan b. Distribusi dan ketersediaan pangan Penerimaan oleh ketersediaan pangan d. Diversifikasi pangan Keamanan pangan Program peningkatan ketahanan pangan merupakan fasilitas bagi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pyang cukup setiap saat, sehat dan halal. Ketahanan rumah tangga berkaitan dengan kemampuan rumah tangga untuk dapat akses terhadap pangan di pasar, dengan demikian ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan daya beli atau pendapatan rum,ah tangga. Sejalan dengan itu maka peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Sasaran yang ingin dicapai adalah: Dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan. Kegiatan utama Program Peningkatan Ketahanan Pangan meliputi: Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan Pengembangan diversifikasi produksi dan konsumsi pangan yang bertumpu pada sumber daya local penyusunan kebijakan dan pengendalian harga pangan Penanggulangan kasus atau kejadian kerawanan pangan Rencana tindak program meliputi: Peningkatan produksi pangan pokok Koordinasi kebijakan nketersediaan dan distribusi pangan Pengembangan sumber pangan alternative berbasis sumbar daya local Koordinasi penyusunan kebijakan harga pangan Koordinasi pengendalian harga Koordinasi penetapan standar kualitas dan keamanan pangan Pengawasan lalu lintas pertanian dan hewan serta penerapan GAO dan HACC produk pangan Koordinasi penanggulangan kasus/kejadian kerawanan pangan Program Peningkatan Nilai Tambah dan Dayasaing Produk Pertanian Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu ditempuh adalah memperluas cakupan kegiatan ekonomiproduktif petani. Perluasan kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dilakukan adalah peningkatan nilai tambah melalui pengolahan. Dengan demikian program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi: Berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang mempunyai nilai tambah dan daya saing tinggi baik di pasar domestik maupun internasional b. Meningkatnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional terutama melalui peningkatan devisa. Kegiatan utama mencakup: Peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Pengembangan agro-industri pedesaan Pengembangan produk sesuai dengan standar internasional Penerapan kebijakan insentif Pengembangan informasi pasar Pengembangan sarana dan prasarana usaha Pengembangan pasar Perlindungan produk domestik Harmonisasi regulasi/deregulasi Rencana tindak program meliputi: Pengembangan produksi komoditas unggulan Perbaikan pasca panen Pengembangan kelembagaan pengolahan hasil pertanian Penerapan standar produk sesuai standar internasional Pengendalian harga produk pertanian Pengembangan jaringan informasi distribusi Pengembangan sarana pengolahan dan pemasaran Peningkatan market intelligent Perlindungan produk domestik Peningkatan kerjasama antar negara dibidang karantina C. PENUTUP Keberhasilan pembangunan pertanian terletak pada keberlanjutan pembangunan pertanian itu sendiri. Konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut diterjemahkan ke dalam visi pembangunan pertanian jangka panjang yaitu ”Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian “ dan diimplementasikan. Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply chai ) berdasarkan relasi kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumber daya nasional, kearifan local serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh berkembang secara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang semakin ketat. Sehingga sudah seharusnya negara-negara dunia ketiga untuk mencanangkan program – program unggulan guna mempercepat diseminasi pertanian khususnya Indonesia dengan badan Litbang pertanian sehingga bisa mewujudkan pertanian industrial. DAFTAR PUSTAKA FAO. 1989. Sustainable Development and Natural Resources Management. Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 simp 2, food and Agriculture Organization, Rome Karwan, A.Salikin.2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan.Kanisius. Yogyakarta Munasinahe, M. 1993. Enviromental Economics and Sustainable Development. Environtment Paper No. 3. The World Bank, Washington, D.C. Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Reijntjes, Coen Dkk. 2002. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta Powered by WordPress.com

Minggu, 16 Oktober 2011

Preukupasaun Profesionais da Saude konaba Distribuisaun Electrisidade Central ba HNGV

Preukupasaun Profesionais da Saude konaba
Distribuisaun Electrisidade Central ba HNGV

Modernizasaun nudar situasaun ida ne’ebe ema hotu labele hases an husi Modernizasaun refere. Iha Situasaun átual importansia ba material ka sistema servisu hotu presizamente Elektrisidade hodi apoio ba servisu hanesan servisu iha Eskritorio, Siguransa, area Finansas nomós iha area hanesan saude. Kondisaun átual relasaun ho krize elétrisidade iha Timor-Leste maka nia impaktu bo’ot tebes ba iha komunidade hanesan ahi mate estraga material dapur nian; ricecooker, Jeleira material elétronika nomos sira seluk ne’ebe iha relasaun moris komunidade nian.
Desafius ne’ebe horas ne’e ema hotu hasoru no preukupa tebes li-liu konaba Eletrisidade, ema barak tebes preukupadu konaba sistema distribuisaun elektrisidade ba iha komunidade.
Relasaun ho prekupasaun ema hotu nian konaba elektrisidade maka impaktu husi ahi mate la’os deit fo impatu ba iha komunidade iha bairo nian laran, maibe komunidade bo’ot ida ne’ebe fo assistensia isin diak ba Povu ne’ebe horas ne’e laiha kbit no iha kama leten deit mos sente preujudikadu tebes hanesan iha parte Servisu Hospitalar nian iha Timor Laran tomak hanesan Hospital Nasional Guido Valadares(HNGV) no Hospital Referensia iha Distritu sira.
HNGV nudar Hospital referensia Nasional no úniku iha Timor leste ne’ebe fo assistensia Saude iha parte kuidadus Sekundaria ba komunidade iha Timor laran tomak. Iha pozisaun ida ne’e HNGV dala barak iha pozisaun sala tamba difikuldade oi-oin ne’ebe atu apoio servisu atendimentu ba pasiente sira. Iha parte seluk apoio medical equipment ne’ebe limitadu nune’e pessoal saude sira labele fo atendimentu diak ba iha komunidade hanesan atendimentu iha Servisu banku de urgencia, Maternidade,Unidade Cuidadu Intensivu(ICU) Neonatologia, Radiologia, laboratorium no seluk tan maior parte atendimentu uza ekipamentu médiku hodi apoi ba prosesu diagnostiku hodi bele implementa liu husi desisaun hanensan tratamentu ka operasaun ruma. Kondisaun ida ne’e refere ba iha servisu apoio diagnostiku mediku nian ne’ebe presisamente apoio elektrisidade ba iha servisu hospitalar.
Dala barak komunidade liu husi media hatete sentimentu tristeza konaba impaktu ahi mate tamba estraga material elektronika barak iha familia nian. Relasaun husi impaktu ahi mate refere ba iha servisu Hospitalar impaktu ahi mate ba iha servisu hospitalar ba atendimentu bo’ot tebes hansan servisu radiologia ne’ebe nudar servisu apoio diagnostiku nian maka atendimentu ba iha pasiente bele la maximal, nomos equipamentu sira hanesan X-ray machine, Ultrasonografia(USG) CT-Scan, no seluk ne’ebe uza ba apoio hodi detekta moras bele sai kemadu hotu. Bainhira iha faillansu hanesan prosesu manutensaun ba iha ekipamentu hirak ne;e presisa orsamentu ne’ebe bo’ot tebes hodi halo manutensaun.
Impátu husi ahi mate bele mos prejudika ba sistema Operasaun ba Pasiente iha Sala de Operasaun nomós iha Sala Operasaun ki’ik. Ida ne’e bele sai impátu bo’ot tamba antes halo operasaun Ekipementus hirak ne’ebe atu uza presisa no iha obrigasaun ekipamentus hirak ne’e iha kondisaun esterilizado atu nune’e bele uza ho seguru. Bainhira ekipamentus refere preparadu prosesu operasaun ba pasiente bele hahú maibe preukupasaun seluk katak bainhira prosesu hirak ne’e la’o tenki garante duni katak ahi labele mate. Karik ahi mate bele fo impaktu negative ba prosesu refere katak pessoal Operador sira tenki preukupadu ho operasaun tamba ahi mate. Hospital iha rezerva ahi(lampu Charger) Lampu Emergencia. Maibe risku husi ahi mate bebeik ne’e mos iha tempu balu Lampu Emergensia refere bele mos át tamba voltajem husi ahi ne’ebe tun sa’e hela deit. impátu ida ne’e bele mos sai desafius karik prosesu ne’e la’o hela maka ahi mate to’o horas 4 liu maka desafius ida ne’e sei todan liu tan.
Iha sala operasaun ne’ebe bai-bain nudar centru de funsionamentu hospital tamba iha ne’eba iha centru de esterilizasaun ba material sira ne’ebe uza ba iha atendimentu moras bele paradu hanesan servisu asistensia da saude ba iha maternidade, ICU(Intensive Care Unit), Cirurgia(bedah) Sala Operasaun ki’ik no prinsipalmente Sala Operasaun, funsionamentu ida ne’e bele sai fátor determinan ba iha servisu ne’e maka Ekipamentus Autoclave. Tuir prosesu autoclave nemak tenki baseia mos ba iha nia guia de operasional ka Standar Operating Prosedur (SOP)ne’ebe uza ba iha prosesu esterilizasaun. Risku bo’ot liu tan bainhira durante nia prosesu esterlizasaun maka derepenti Elektrisidade mate maka material refere labele hasai husi Autoclave no tenki halo fila fali prosesu foun. Oinsa tan kuandu impaktu bebeik ba ahi mate mos bele halo autoclave refere keima.
Servisu de Radiolojia e Laborarotium nudar servisu de apoio Klíniku(diagnostiku) ba iha médiku sira hodi halo diagnostiku ho halo tratamentu. Nudar servisu apoio diagnostiku ne’e prinsipal tebes tamba tenki garante kualidade de examinasaun, nudar mos sciensia tekonojia ne’ebe horas ne’e avansa servisu refere presisa apoio forsa elektrisidade stabil. Servisu Radiolojia nian maka hanesan Halo Análiza ba iha Raiu-X, Ultrasonogaria, CT-Scan no Meius sira seluk nudar apoio ba diagnostiku nian tenki uza elektrisidade. Laboratorium fatin examinasaun Sangue Hanesan teknologia ne’ebe horas ne’e iha maka ekipamentus mediku Laboratorium nian la’os deit ona uza Microscopius maibe uza makina naran Vitros ne’ebe uza ba examinasaun Sangue Hematologia no Kimika sistema ne’ebe horas ne’e Laboratorium HNGV setting nudar ekipamentus bo’ot ne’ebe maioria dependensia ba Elektrisidade ida ne’e signifika katak bainhira fornesimentu elektrisidade la diak maka impaktu ba ema moris nian liu husi examinasaun sangue bele la hatudu resultadu ida ne’ebe diak hanesan laboratorium mos parte importante ida mos mak doasaun de sangue ne’ebe maka doador(pendonor) sira foba iha Hospital presisa Konjelador ida ne’ebe maka stabil katak temperature Konzelador hirak ne’e tenki bazeia ba Ran ne’ebe maka iha. Bainhira Temperatura refere la stabil maka bele fo impkatu ba Ran ne’ebe iha estraga ka át.
Kondisaun sira seluk ne’ebe fo impaktu ba iha servisu Hospitalar nian maka hanesan Servisu Poliklinika ne’ebe presisa eletrisidade makas hanesan servisu Oftamlogia e estomatologia ou Servisu atedimentu ba iha Matan no Nehan, servisu assistensia sira seluk ne’ebe maka fornese ba komunidade maka hanesan Fisioterapia,Nutrisaun nomos servisu Loundry. Nomór servisu forensika ne’ebe fo atendimentu social ba mate isin sira ne’ebe karik mate tamba atu lori ba iha nia fatin maibe seidauk iha transporte ka mate ne’ebe tamba aktus kriminal presisa rai iha konzelador hodi hein prosesu autopsia buat hirak ne’e mos presisa tebes eletriksidade ne’ebe stabil.
Tamba ne’e impaktu husi ahi mate bebeik bele mos estraga ekipamentus sira ne’ebe mensiona iha leten. No ekipamentus hirak ne’e Estado sosa ho orsamentu ne’ebe bo’ot teb-tebes no satán manutensaun mos presisa osan ida ne’ebe mak bo’ot hodi garante funsionamentu servisu hospitalar. Nomos dalabarak pessoal Saúde sente hakfodak tebes tamba sa fornesimentu Elektrisidade ba iha Hospitalar bele mate bebeik nune’e. Tuir profesional saude nian hare katak lolos ne’ebe iha razaun ba elektrisidade central atu hamate ahi ba iha Hospital. Se razaun tamba elektrisidade failha iha Gerador maibe la’os kestaun ba profesionais da Saude, tamba profesionais da Saúde hare katak nungka gerador sira ne’e at iha momentu ida. Maibe se karik iha gerador ida mak lakan nafatin ne’e obrigasaun moral distribui deit ba iha Hospital. Se failha gerador maka fornesimentu ba iha Servisu Parlamentu Nasional nian, Governo ka Servisu presidensial, ka residensia ba Orgaun soberano sira ne’ebe bele hamate mais laiha razaun ida atu bele hamate distribuisaun eletrisidade ba iha servisu Hospitalar. Maibe realidade ne’ebe durante ita hetan katak dala balu iha liña fornesimentu ba fatin balu elektrisidade bele lakan maibe ba iha hospital laiha. Nudar profesionais da Saúde kestiona sentimentu humanu ba iha profesionais sira ne’ebe fo atendimentu ba servisu elektrisidade ka orgaun kompetente ne’ebe la tau prioridade distribuisaun elektrisidade ba servisu hospitalar. No ida ne’e karik akontese deit iha Timor leste konaba kazu eletrisidade ba iha servisu Sosial no servisu humanu ida ne’ebe ho grasa bo’ot tebes halo ba vida ema nian. Maibe ema ka parte balu seidauk sente katak fatin refere fatin ema hotu nian no aban bainrua ita mos sei ba toba iha ne’eba. Tamba ne’e ba se deit komesa husi orgaun soberania ka ba to’o povu aileba ida ita hotu tenki iha sentimentu ida deit katak tenki tau servisu umanu nian ba ita nian familia rasik timor oan nian ne’ebe ho forsa laek horas terus hela iha kama laran e bainhira presisa roman ida ba forsa laek ne’e, maibe sira nafatin lahetan.Saudasoens profesionais ba professional saude

Hakerek nain:
Husi: Santana Martins
Nudar: Presidente Associação dos Enfermeiros Timor Leste(AETL)Distritu Dili
Hela iha Tasitolu Dili.
No HP 7604666 email-conysika@yahoo.co.id

Selasa, 05 Juli 2011

Jornal da República
Série I, N.° 24 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 PPáággiinnaa 33226699
SUMÁRIO
PARLAMENTO NACIONAL :
LEI N.º 3/2009 de 8 de Julho
Lideranças Comunitárias e Sua Eleição .............................. 3269
PROCURADORIA GERAL DA REPÚBLICA :
Deliberação n. º 17/CSMP/2009 ............................................ 3274
Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009
$ 0.50
Série I, N.° 24
PUBLICAÇÃO OFICIAL DA REPÚBLICA DEMOCRÁTICA DE TIMOR - LESTE
LEI N.º 3/2009 de 8 de Julho
Lideranças Comunitárias e Sua Eleição
As estruturas de liderança comunitária em Timor-Leste
passaram por eleições em 2004 e 2005 para escolha dos Chefes
de Suco e Conselhos de Suco, de acordo com as disposições
da Lei nº 2/2004, de 18 de Fevereiro. Com o aproximar de novas
eleições, é necessário estabelecer melhor definição e os limites
de actuação das estruturas de liderança comunitária. Também
nesta oportunidade utiliza-se a experiência acumulada na
administração do processo eleitoral de então e mais nas eleições
presidenciais e legislativas de 2007 para promover mudanças
com o fim de aperfeiçoar o processo eleitoral, garantindo a
rotatividade democrática nas citadas estruturas.
Assim, o Parlamento Nacional decreta, nos termos do artigo
92.º e da alínea h) do n.º 2 do artigo 95.º da Constituição da
República, para valer como lei, o seguinte:
CAPÍTULO I
ÂMBITO E PRINCÍPIOS GERAIS
Artigo 1º
Âmbito
A presente lei define e regula os limites de actuação das
estruturas de liderança comunitária, bem como a organização e
execução do processo da sua eleição.
Artigo 2º
Definição de liderança comunitária
1. A liderança comunitária é o colectivo que tem por objectivo
organizar a participação da comunidade na solução dos
seus problemas, zelar pelos seus interesses e representá-la
sempre que necessário.
2. A liderança comunitária é exercida pelo Chefe de Suco e
pelo Conselho de Suco, nos limites do Suco e respectivas
aldeias, eleitos de acordo com as disposições desta lei.
3. Os líderes comunitários não pertencem à Administração
Pública e as suas decisões não obrigam o Estado.
Artigo 3º
Definição e delimitação de suco e aldeia
1. O suco é uma organização comunitária formada com base
em circunstâncias históricas, culturais e tradicionais e que
tem área estabelecida no território nacional e população
definida.
2. A aldeia compõe-se de um agregado populacional unido
por laços familiares e tradicionais e ligado aos sucos por
relações históricas e geográficas.
3. Compete ao Governo delimitar o número e a área dos sucos
e respectivas aldeias.
Artigo 4º
Chefe de Suco e Conselho de Suco
O Chefe de Suco é o líder comunitário eleito para dirigir as
actividades desenvolvidas pela comunidade num determinado
suco, em áreas que concorrem para a consolidação da unidade
nacional e para a produção de bens e serviços com vista à
satisfação das necessidades básicas de vida e desenvolvimento,
em estreita articulação com o Conselho de Suco.
Artigo 5º
Conselho de Suco
1. O Conselho de Suco é o órgão colectivo e consultivo do
Suco, que se destina a coadjuvar e aconselhar o Chefe de
Suco no exercício das suas funções, cabendo-lhe trabalhar
em favor dos interesses da comunidade local e sem prejuízo
dos interesses nacionais.
2. O Conselho de Suco é composto pelo Chefe de Suco, pelos
chefes de todas as aldeias que compõem o suco e ainda
pelos seguintes membros:
a) Duas mulheres;
Jornal da República
Página 3270 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Série I, N.° 24
b) Dois jovens, um por cada sexo;
c) Um ancião ou anciã;
d) Um lian nain.
3. O lian nain não é eleito, mas indicado pelo Conselho de
Suco na sua primeira reunião.
4. Para os efeitos da presente lei, entende-se por "jovem"
quem no dia das eleições tiver idade compreendida entre
os dezassete e os trinta anos de idade e por "ancião" aquele
que no dia das eleições tiver idade superior a sessenta
anos.
Artigo 6º
Eleições
1. Os Chefes de Suco e os membros dos Conselhos de Suco
são eleitos por sufrágio universal, livre, directo, secreto,
pessoal e periódico.
2. Podem candidatar-se e ser eleitos como Chefes de Suco e
membros dos Conselhos de Suco homens e mulheres sem
discriminação, desde que tenham completado dezassete
anos de idade até ao momento da apresentação das
candidaturas.
Artigo 7º
Perda de mandato
1. Perdem o mandato o Chefe de Suco e o membro do Conselho
de Suco que, durante o mandato e sem autorização do
Conselho de Suco, deixem de residir por mais de três meses
consecutivos no suco ou na aldeia pela qual foram eleitos.
2. Perdem igualmente o mandato o Chefe de Suco e o membro
do Conselho de Suco condenados judicialmente por
sentença transitada em julgado por crime doloso a que
caiba pena de prisão, independentemente da sua duração.
3. O Chefe de Suco ou qualquer membro do Conselho de Suco
que perder o seu mandato, renunciar ou falecer é
substituído pelo suplente indicado na lista de candidatura.
4. O Chefe de Suco ou membro do Conselho de Suco substituto
completa o mandato do substituído.
Artigo 8º
Substituição temporária
1. Em caso de impedimento, por doença prolongada, do Chefe
de Suco ou de um membro do Conselho de Suco, procedese
à sua substituição temporária de entre os seus membros
ou suplentes.
2. A decisão sobre quem substitui temporariamente o Chefe
de Suco é tomada por maioria absoluta dos membros do
Conselho de Suco, em reunião convocada e presidida pelo
membro do Conselho de Suco mais idoso.
Artigo 9º
Duração do mandato
1. O mandato dos Chefes de Suco e dos membros eleitos para
o Conselho de Suco é de seis anos, permitida uma reeleição.
2. O mandato inicia-se com a tomada de posse, que deve ter
lugar em até trinta dias após a publicação dos resultados.
3. O Presidente da Câmara Municipal, e o representante do
Governo até à instalação do município, dá posse ao Chefe
de Suco e aos membros do Conselho de Suco.
CAPÍTULO II
ÁREA DE ACTIVIDADES, COMPETÊNCIAS E
FUNCIONAMENTO
SECÇÃO I
ÁREA DE ACTIVIDADES E COMPETÊNCIAS
Artigo 10º
Área de actividades
1. As actividades do Chefe de Suco e do Conselho de Suco
podem desenvolver-se em áreas tais como:
a) Paz e harmonia social;
b) Recenseamento e registo da população;
c) Educação cívica;
d) Promoção das línguas oficiais;
e) Desenvolvimento económico;
f) Segurança alimentar;
g) Protecção do meio ambiente;
h) Educação, cultura e desporto;
i) Auxílio na manutenção de infra-estruturas sociais tais
como habitação, escolas, postos de saúde, abertura de
poços de água, estradas e comunicação.
2. As actividades do Chefe de Suco e do Conselho de Suco
não podem desenvolver-se com prejuízo dos programas e
planos nacionais aprovados pelo Governo.
Artigo 11º
Competências do Chefe de Suco
1. Compete ao Chefe de Suco representar o Suco e presidir às
reuniões do Conselho de Suco, devendo agir com
imparcialidade e independência no exercício das suas
funções.
2. Compete-lhe ainda:
a) Coordenar a implementação das decisões tomadas pelo
Conselho de Suco e, em coordenação com os outros
Jornal da República
Série I, N.° 24 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Página 3271
membros do Conselho de Suco, promover um processo
continuo de consulta e discussão com toda a
comunidade sobre o planeamento e execução de
programas de desenvolvimento comunitário;
b) Cooperar com a Administração Municipal e os representantes
do Governo sobre os procedimentos a adoptar
no desenvolvimento das actividades do Suco;
c) Favorecer a resolução de pequenos conflitos que envolvam
duas ou mais Aldeias do Suco;
d) Promover a criação de mecanismos de prevenção da
violência doméstica;
e) Apoiar as iniciativas que tenham por fim o acompanhamento
e a protecção da vítima de violência doméstica e
o tratamento e a punição do agressor, de forma a eliminar
a ocorrência de tais casos na comunidade;
f) Solicitar a intervenção das forças de segurança em caso
de conflitos não solucionáveis a nível local e sempre
que ocorram crimes ou distúrbios;
g) Apresentar para aprovação do Conselho de Suco o relatório
anual financeiro e das actividades desenvolvidas;
h) Exercer quaisquer outras funções que sejam conformes
com a natureza das suas funções ou atribuídas pelo
Governo ou pela Administração Municipal.
Artigo 12º
Competências do Conselho de Suco
Compete ao Conselho de Suco:
a) Apoiar o Chefe de Suco na elaboração de um plano anual
de desenvolvimento para o Suco;
b) Aconselhar o Chefe de Suco na busca de soluções com
vista ao desenvolvimento de actividades no Suco;
c) Identificar, planear e fazer o acompanhamento da execução
das actividades nas áreas de saúde, educação, meio
ambiente, promoção do emprego e segurança alimentar,
entre outras a serem realizadas em prol do desenvolvimento
do Suco;
d) Convocar reuniões ordinárias a nível do Suco com o objectivo
de discutir planos e actividades de desenvolvimento;
e) Promover o respeito pelo princípio da igualdade;
f) Promover o respeito pelo meio ambiente;
g) Velar pelo respeito pelos usos e tradições do Suco;
h) Colaborar com o Governo e com a Administração Municipal
na implementação de programas e actividades que visem
promover o desenvolvimento do Suco;
i) Prestar contas ao Ministério da Administração Estatal e
Ordenamento do Território dos recursos recebidos do
Orçamento Geral do Estado.
SECÇÃO II
FUNCIONAMENTO
Artigo 13º
Funcionamento do Conselho de Suco
1. O Conselho de Suco reúne-se em sessões ordinárias um
vez por mês e extraordinariamente a pedido do Chefe de
Suco ou de um quarto dos membros do Conselho de Suco.
2. Para deliberar o Conselho de Suco exige a presença de mais
da metade dos seus membros e as suas decisões são tomadas
por maioria simples dos membros presentes na reunião.
3. Em caso de empate na votação cabe ao Chefe de Suco,
como presidente do Conselho de Suco, o voto de qualidade.
4. O Chefe de Suco pode convidar a participar nas reuniões
do Conselho de Suco qualquer cidadão, nas mesmas
condições do número anterior.
Artigo 14º
Chefe de Aldeia
Ao Chefe de Aldeia, enquanto membro do Conselho de Suco e
sem prejuízo das competências a fixar em lei, compete:
a) Ser membro do Conselho de Suco em representação da Aldeia;
b) Implementar as decisões aprovadas pelo Conselho de Suco
e que tenham implicações para a Aldeia;
c) Fornecer ao Chefe de Suco os elementos por este solicitados,
necessários à articulação com os ministérios e a
Administração Local;
d) Favorecer a criação de estruturas de base para composição
e resolução de pequenos conflitos que surjam na Aldeia;
e) Promover o respeito pela lei e colaborar com a busca da
estabilidade social;
f) Garantir a criação de mecanismos de prevenção da violência
doméstica, designadamente através de campanhas de
educação cívica na respectiva aldeia;
g) Facilitar a criação de mecanismos de protecção às vítimas
de violência doméstica e de indicação dos autores
consoante a gravidade e as circunstâncias de cada caso;
h) Promover a consulta e discussão entre os habitantes da
Aldeia de todos os assuntos relacionados com a vida e o
desenvolvimento comunitário e reportar ao Conselho de
Suco;
i) Exercer quaisquer outras competências que forem conformes
com a natureza das suas funções.
Jornal da República
Página 3272 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Série I, N.° 24
Artigo 15º
Direitos dos Chefes de Suco e membros dos Conselhos de
Suco
Os Chefes de Suco e membros do Conselho de Suco, no
desempenho das suas funções, têm os seguintes direitos:
a) Direito a receber um incentivo, cujo valor é proposto pelo
Ministério da Administração Estatal e Ordenamento do
Território, sendo que:
i) Os Chefes de Suco e de Aldeia têm direito a um subsídio
fixo e a senhas de presença nas reuniões;
ii) Os membros do Conselho de Suco têm direito a senhas
de presença nas reuniões;
b) Direito a recursos materiais que lhes permitam desempenhar
cabalmente as suas funções;
c) Direito à formação e treinamento para elevar a sua capacidade;
d) Direito a uma compensação do Estado por qualquer acidente
relacionado com o exercício das suas funções.
Artigo 16º
Incentivos do Governo ou do Município
1. O Governo ou o Município fornecem recursos materiais e
financeiros aos Sucos com vista a garantir o seu bom
funcionamento e desenvolvimento.
2. O montante a ser atribuído aos Sucos é proposto pelo Ministério
da Administração Estatal e Ordenamento do
Território ou pela Assembleia Municipal tendo em conta
proposta apresentada pelo Conselho de Suco.
CAPÍTULO III
CAPACIDADE ELEITORAL E CANDIDATURAS
Artigo 17º
Capacidade eleitoral activa
Os cidadãos nacionais maiores de dezassete anos de idade
têm direito a votar para os órgãos do suco desde que estejam
inscritos na lista de votantes do Suco ou Aldeia onde se
registaram.
Artigo 18º
Capacidade eleitoral passiva
Podem ser candidatos os cidadãos timorenses que:
a) Estejam no pleno gozo do seu direito de voto;
b) Residam e estejam registados como eleitores no suco ou
aldeia ao qual se candidatam.
Artigo 19º
Limites à candidatura
Não se podem candidatar aos órgãos do suco:
a) O Presidente da República;
b) Os Deputados;
c) Os membros do Governo;
d) Os magistrados judiciais e do Ministério Público;
e) As autoridades religiosas;
f) Os membros das FALINTIL-FDTL;
g) Os comissários da CNE;
h) Os membros da PNTL;
i) O Provedor de Direitos Humanos e Justiça e seus adjuntos;
j) Os funcionários públicos.
Artigo 20º
Incompatibilidades
Não se pode apresentar uma candidatura simultânea a Chefe
de Suco e a membro do Conselho de Suco e nem constar como
candidato em mais do que uma lista.
Artigo 21º
Apresentação de candidaturas
1. Apresentam-se as candidaturas por lista completa, em dia e
local marcados pelo STAE, de entre os cidadãos residentes
e registados como eleitores naquele suco e aldeia.
2. Juntamente com a lista, os candidatos apresentam os seus
suplentes e a carta de aceitação da candidatura.
3. Não é admitida lista de candidatura apresentada por partido
político.
4. A apresentação pública dos candidatos é feita durante encontro
comunitário convocado pelo STAE nos termos da
lei.
5. As demais normas de procedimento constarão de regulamento
a ser elaborado pelo STAE e aprovado pela CNE
com uma antecedência mínima de sessenta dias da data
marcada para a eleição.
Artigo 22º
Requisitos para apresentação de candidaturas
1. Admitem-se as listas das candidaturas se subscritas por
pelo menos 1% dos eleitores residentes no suco.
2. Para os sucos com menos de três mil eleitores, admitem-se
as listas com pelo menos trinta assinaturas de eleitores
residentes no Suco.
3. As listas de candidaturas têm de estar completas e conter:
a) Candidatos a Chefe de Suco, chefes de Aldeia, Conselho
Jornal da República
Série I, N.° 24 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Página 3273
de Suco e respectivos suplentes;
b) Carta de aceitação da candidatura subscrita por cada
candidato e suplente.
CAPÍTULO IV
PERÍODO ELEITORAL E VOTAÇÃO
Artigo 23º
Prazo da campanha eleitoral
A campanha eleitoral tem a duração de sete dias e termina
quarenta e oito horas antes do dia da eleição.
Artigo 24º
Princípios da campanha eleitoral
1. A campanha eleitoral é conduzida no respeito pelos
seguintes princípios:
a) Liberdade de propaganda eleitoral;
b) Proibição de vinculação da candidatura a partido politico;
c) Igualdade de oportunidades e de tratamento das diversas
candidaturas;
d) Imparcialidade das entidades públicas perante as candidaturas;
e) Transparência e fiscalização das contas eleitorais.
2. A CNE verifica o respeito por estes princípios e adopta
medidas tendentes a encorajar o funcionamento pacífico
da campanha.
Artigo 25º
Financiamento da campanha eleitoral
1. As candidaturas das listas admitidas recebem um subsídio
do Orçamento Geral do Estado para financiamento da
campanha eleitoral.
2. O valor do subsídio é proposto pelo Governo e aprovado
pelo Parlamento Nacional.
3. As candidaturas devem prestar contas das despesas
efectuadas à CNE.
Artigo 26º
Calendário eleitoral
O STAE propõe o calendário eleitoral, que deve ser aprovado
pela Comissão Nacional de Eleições (CNE), até sessenta dias
antes das eleições.
Artigo 27º
Centro de votação
1. Em cada suco funciona pelo menos um centro de votação,
podendo o STAE, em função do número de eleitores ou da
distância entre as aldeias, abrir mais centros de votação.
2. Cada centro de votação é composto por uma ou mais
estações de voto.
3. A localização e o número dos centros de votação são
divulgados em conjunto com as listas de candidatos.
Artigo 28º
Oficiais eleitorais
Em cada estação de votação deve haver cinco oficiais eleitorais
locais, seleccionados, recrutados e formados pelo STAE.
Artigo 29º
Boletim de Voto
O boletim de voto contém os nomes e fotografias dos
candidatos a Chefe de Suco que encabecem as listas de
candidatura.
Artigo 30º
Funcionamento do centro de votação e procedimento de
votação
O funcionamento do centro de votação e o procedimento de
votação são objecto de normas regulamentares específicas
propostas pelo STAE e aprovadas pela CNE.
Artigo 31º
Dúvidas, reclamações e protestos
1. Qualquer eleitor ou fiscal de candidatura pode suscitar
dúvidas e apresentar reclamação ou protesto relativos às
operações eleitorais.
2. As dúvidas, reclamações e protestos apresentados durante
a votação ou após o encerramento são analisados
imediatamente pelos oficiais eleitorais, podendo estes, em
caso de necessidade, consultar o STAE.
3. As reclamações têm de ser objecto de deliberação dos
oficiais eleitorais aprovada no mínimo por três deles.
4. As deliberações são comunicadas aos reclamantes, que, se
o entenderem, podem dirigir a reclamação à CNE, que é
entregue no mesmo centro de votação ou estação de voto
e deve acompanhar toda a documentação relativa ao centro
de votação respectivo.
CAPÍTULO V
CONTAGEM DE VOTOS E APURAMENTO DE
RESULTADOS
Artigo 32º
Contagem dos votos
A contagem dos votos, feita por estação de voto, inicia-se
imediatamente após o encerramento do centro de votação e
análise das reclamações, e é aí efectuada pelos oficiais eleitorais,
na presença dos observadores, fiscais eleitorais e membros da
comunicação social, de acordo com o regulamento proposto
Jornal da República
Página 3274 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Série I, N.° 24
pelo STAE e aprovado pela CNE.
Artigo 33º
Validação e proclamação dos resultados
1. Nos sucos em que funcione apenas um centro de votação,
concluída a contagem e análise das reclamações, realiza-se
o apuramento final e é elaborada uma acta com a relação
geral dos resultados apurados, que é afixada no exterior do
centro de votação.
2. Nos sucos em que funcione mais de um centro de votação
é feita a contagem dos votos e apuramento parcial e
imediatamente se procede ao apuramento final no centro
de votação previamente definido pelo STAE.
3. As actas finais e as reclamações entregues são enviadas ao
STAE, na capital do distrito, que, concluído o processo
eleitoral por distrito, faz a junção dos documentos relativos
à votação em cada suco e os entrega à CNE para análise do
processo.
4. A CNE analisa o processo, bem como as reclamações que
lhe forem dirigidas, e delibera, no prazo de uma semana,
sob a forma de recomendações ao tribunal competente.
5. A CNE envia toda a documentação relativa a cada suco ao
tribunal competente, que valida e proclama os resultados
do processo eleitoral em até trinta dias.
Artigo 34º
Anulação e repetição de eleição anulada
1. No caso de ter sido declarada a nulidade da eleição num
suco, a eleição deve ser repetida em até quinze dias.
2. Só se admite a anulação da eleição se as irregularidades
verificadas influírem no seu resultado.
Artigo 35º
Candidatos vencedores
1. A lista de candidaturas que obtiver o maior número de
votos válidos elege o Chefe de Suco e os membros do
Conselho de Suco.
2. Na eventualidade de empate, procede-se a segunda volta
entre as duas listas mais votadas no prazo de quinze dias.
CAPÍTULO VI
DISPOSIÇÕES FINAIS E TRANSITÓRIAS
Artigo 36º
Revogações
1. São revogados a Lei n.º 2/2004, de 18 de Fevereiro, que
dispõe sobre as eleições dos Chefes de Suco e membros
do Conselho de Suco, e o Decreto-Lei n.º 5/2004, de 14 de
Abril, que dispõe sobre autoridades comunitárias.
2. São igualmente revogadas todas as normas que disponham
em contrário ao estabelecido na presente lei.
Artigo 37º
Entrada em vigor
A presente lei entra em vigor no dia seguinte ao da sua
publicação.
Aprovada em 4 de Junho de 2009.
O Presidente do Parlamento Nacional,
Fernando La Sama de Araújo
Promulgada em 8 de Julho de 2009.
Publique-se.
O Presidente da República,
Dr. José Ramos Horta
Deliberação n. º 17/CSMP/2009
O Conselho Superior do Ministério Público reunido na sua III
Reunião e I Reunião Extraordinária, de 30 de Junho de 2009,
delibera o seguinte:
Considerando o pedido de licença sem vencimento apresentado
pelo Sr. Dr. Ivo Jorge Valente, Procurador da República de 3.ª
classe, que vinha desempenhando, em comissão de serviço, o
cargo de Adjunto do Procurador Geral da República;
Tendo em conta que a comissão de serviço que vinha
desempenhando já foi dada por finda, a seu pedido, por Sua
Ex.ª o Sr. Presidente da República, com efeitos a partir do dia 30
de Junho pretérito;
Verificando-se ainda, que esta decisão já foi formalmente
comunicada ao CSMP, constituindo-se fundamento do seu
deferimento, motivos de índole pessoal e familiar, urgentes;
Atendendo que o pedido assenta objectivamente em razões
idóneas, ligadas à necessidade de resolver assuntos de foro
pessoal, cuja legitimidade não pode ser questionada;
Observados os requisitos gerais de concessão da licença sem
vencimento, designadamente, que o requerente é funcionário
permanente de nomeação definitiva, ainda se encontra no
exercício de funções, não existe registo de qualquer
procedimento disciplinar pendente a correr trâmites contra ele
e não existe qualquer inconveniência para o serviço com o
deferimento do pedido;
Jornal da República
Série I, N.° 24 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Página 3275
Tendo ainda em consideração, que os motivos invocados são
legítimos e não configuram nenhuma das situações previstas
na lei para o não acolhimento favorável do pedido, nomeadamente
aproveitamento do uso do instituto da licença sem
vencimento, para o exercício de actividades vedadas aos
magistrados do Ministério Público, entre as quais, actividades
político-partidárias;
Deliberam os membros do Conselho Superior do Ministério
Público, ao abrigo do disposto no art.º 17º, n. º 1, al. a), da Lei
n. º 14/2005, de 16 de Setembro, conjugado com as disposições
combinadas dos art.ºs 32º, 33º, al. a), 34º, al.s a) e b) e 37º, todos
do Decreto-lei n. º 40/2008, de 29 de Outubro, conceder ao Dr.
Ivo Jorge Valente, Procurador da República de 3.ª classe,
licença sem vencimento, por um período de 01 (um) ano, com
efeitos a partir da data da publicação no Jornal da República
do fim da sua comissão de serviço no cargo de Adjunto
Procurador Geral da República.
A licença ora concedida, conforme dispõe o art.º 36º, do
Decreto-lei n. º 40/2008, de 29 de Outubro, implica perda de
vencimento e desconto na antiguidade para efeitos de carreira,
aposentação e sobrevivência.
A Deliberação foi aprovada, com o voto favorável de todos os
vogais do Conselho Superior do Ministério Público.
Notifique e publique-se seguidamente.
Cumpra-se o mais da lei.
Aprovado.
A Presidente
/Dra. Ana Pessoa/
Jornal da República
Página 3276 Quarta-Feira, 8 de Julho de 2009 Série I, N.° 24ção .............................. 3269Texto

REGULAMENTO INTERNO DO HOSPITAL NACIONAL GUIDO VALADARES

IV GOVERNO CONSTITUCIONAL

MINISTÉRIO DA SAÚDE

GABINETE DO MINISTRO DA SAÙDE


(PROPOSTA)

REGULAMENTO INTERNO DO HOSPITAL NACIONAL GUIDO VALADARES

O Estatuto Orgânico do Ministério da Saúde, aprovado por decreto-lei n.º 5/2003 de 31 de Dezembro, cria como Serviço Personalizado o Hospital Nacional Guido Valadares, entretanto, o seu funcionamento mantem-se centralizado apesar de ter sido nomeado um conselho da administração em 2008, no intuito de dar cumprimento ao estabelecido no Estatuto Hospitalar aprovado pelo Decreto-Lei Nº1/2005 de 31 de Maio.

O Estatuto Hospitalar veio estabelecer o regime jurídico aplicável aos hospitais do Serviço Nacional de Saúde e, prevê que em regulamento interno, se estabeleçam a estrutura e as regras de funcionamento dos serviços de cada hospital em concreto, atendendo a dimensão e às especialidades de cada um.

Assim, sob proposta do Conselho de Administração do Hospital Nacional Guido Valadares, o Ministro da Saúde, no exercício das competências que lhe foram atribuídas na alínea c) do nº1 do artigo 4º do Decreto-Lei Nº1/2005 de 31 de Maio, aprova o seguinte regulamento interno para vigorar para o Hospital Nacional Guido Valadares:

CAPITULO I
Disposições Gerais

Artigo 1º
Âmbito do regulamento Interno

O presente regulamento interno visa por em prática o estatuído no Decreto Lei n.º 1/2005, de 31 de Maio, estabelecendo e definindo as regras de organização e funcionamento dos diversos órgãos e serviços do Hospital Nacional Guido Valadares, adiante designado por HNGV.

Artigo 2º
Natureza Jurídica

O HNGV é uma pessoa colectiva de direito público dotado de personalidade jurídica e de autonomia administrativa, financeira e patrimonial, nos termos do Estatuto Hospitalar aprovado pelo Decreto-lei n.º 1/2005, de 31 de Maio, integrado na rede de prestação de cuidados secundários e terciários de saude do Serviço Nacional de Saúde (SNS), cuja capacidade jurídica abrange todos os direitos e obrigações necessários ao cumprimento das suas atribuições.

Artigo 3º
Visão e Missão

1. O HNGV tem como visão ser uma instituição de prestação de cuidados de saúde altamente especializados e da melhor qualidade.
2. O HNGV tem como missão:
a) Garantir a prestação de cuidados secundários e terciários de saúde, cada vez com mais qualidade, e acessíveis de uma forma geral à toda a população;
b) Melhorar de forma continuada a qualidade dos cuidados de saúde prestados à população, atendendo as suas expectativas e necessidades, de forma a contribuir para o aumento da esperança e qualidade de vida;
c) Constituir-se em centro de formação e pesquisa, no quadro dos esforços para o desenvolvimento do sector da saúde.

Artigo 4º
Princípios Orientadores

Sem prejuízo do estipulado no artigo 5.º do Estatuto Hospitalar, a direcção e a gestão do HNGV subordinam-se aos seguintes princípios gerais:
a) Prontidão e qualidade na prestação de cuidados de saúde, respeitando os direitos e deveres do doentes, conforme a carta do doente e o estipulado no artigo 7º da Lei nº 10/2004 de 24 de Novembro.
b) Prestação de cuidados de saúde sustentada numa visão interdisciplinar e global do doente;
c) Política de informação que permita aos utentes do HNGV o conhecimento dos aspectos essenciais do seu funcionamento;
d) Cumprimento das normas de ética profissional;
e) Desenvolvimento de actividades hospitalares de acordo com os planos aprovados e as linhas de acção governativa definidas para o sector da saúde, obedecendo às orientações do SNS;
f) Gestão do hospital com critérios de racionalidade económica que garantam à comunidade a prestação de serviços de qualidade ao menor custo possível.

Artigo 5º
Valores

No desenvolvimento das suas actividades o HNGV tem como valores:
a) Respeito pela dignidade humana, atendendo os valores religiosos e culturais reconhecidos pela população timorense;
b) Compromisso com o utente, sendo este a razão de ser de todos os esforços da instituição, devendo ser tratado com respeito pela sua individualidade, humanismo e sensibilidade, com vista à sua satisfação pessoal e dos familiares;
c) Compromisso de qualidade, tendo em vista os melhores resultados para o doente, assegurando a qualidade clínica assim como a qualidade organizacional;
d) Valorização profissional, tendo como meta a satisfação pessoal, mantendo uma organização humanizada, em que a política de recursos humanos proporcione profissionalismo, realização socioprofissional, respeito e reconhecimento, delegação de responsabilidades, oportunidades de carreira, actualização profissional, comunicação eficaz e trabalho em equipa;
e) Desenvolvimento da organização, cimentando o orgulho de pertencer ao HNGV, recorrendo a processos de empenhamento pessoal constante, incremento do espírito de equipa, participação, incentivo à criatividade, eficácia de gestão e alto grau de diferenciação.

Artigo 6º
Objectivos

No cumprimento da sua missão o HNGV prossegue os seguintes objectivos:
1- Promoção e prestação de cuidados de saúde de qualidade, acessíveis a todos os timorenses em tempo oportuno;
2- Aumento da eficiência e eficácia dos serviços prestados, num quadro de equilíbrio económico-financeiro sustentável;
3- Desenvolvimento de forma continuada de áreas de diferenciação e de referência na prestação de cuidados de saúde;
4- Constituir-se num centro de prestação de cuidados de Saúde supra especializados de referência nacional e regional.


Artigo 7º
Legislação aplicável

O HNGV rege-se pelo presente regulamento interno, pelo Estatuto Hospitalar, pelas disposições legais que lhe sejam directamente aplicáveis, pelas directrizes emitidas pelo SNS e, subsidiariamente, pelas normas e disposições regulamentares aplicáveis aos organismos da Administração Pública dotados de autonomia administrativa e financeira.

Artigo 8º
Área de influência

1. O HNGV é o hospital de referência para todo o território nacional, nos termos do n.º 2, do artigo 6.º do Estatuto Hospitalar.

2. O HNGV tem como área de referencia própria, em que actua na qualidade de hospital distrital, a área correspondente a dos Centros de Saúde dos distritos de Dili, Ermera e Liquiça.

3. O Hospital presta ainda, cuidados de saúde suplementares, mediante pagamento, a todos os utentes.


CAPÍTULO II
Composição, Competência e Funcionamento dos Órgãos

Secção I
Dos órgãos

Artigo 9º
Órgãos do Hospital

1. São órgãos do HNGV:

a) Conselho de Administração
b) Órgão de Fiscalização
c) Órgãos de apoio Técnico

2. A composição, competência e funcionamento dos órgãos do HNGV, conforme definidos nos artigos 7.º a 27.º do Estatuto Hospitalar.


Subsecção I
Do Conselho de Administração

Artigo 10.º
Composição

1 – O Conselho de Administração do HNVG é constituído pelo Director Geral, que preside e pelo Administrador, como membros executivos e, como membros não executivos, mas com direito a voto, pelo Director Clínico e pelo Director de Enfermagem.

Artigo 11.º
Competência do Conselho de Administração

1 – Compete ao Conselho de Administração a definição e o cumprimento dos princípios fundamentais, bem como o exercício de todos os poderes de gestão que por lei lhe sejam atribuídos, nomeadamente os previstos no n.º 2 do artigo 9.º do Decreto-lei n.º 1/2005, de 31 de Maio (Estatuto Hospitalar).


Artigo 12.º
Funcionamento do Conselho de Administração

1 – O conselho de administração reúne-se ordinariamente uma vez por semana e extraordinariamente sempre que convocado pelo seu presidente a pedido de, pelo menos, dois dos seus membros.

2 – O conselho de administração só pode deliberar quando estiver presente a maioria dos seus membros e, delibera por maioria de votos, tendo o seu presidente voto de qualidade.
3 – De cada reunião é elaborada a acta, a aprovar na reunião seguinte, com as deliberações tomadas e declaração de voto se existir. O texto das actas deve ser processado informaticamente e imprimido para arquivo.
4 – As deliberações constantes da acta, devem ser exaradas sobre os documentos que as originem, caso existam, e assinadas por quem presidiu a reunião.
5 – As actas são assinadas por todos os membros presentes na reunião a que se referem.
6 - O conselho de administração pode convocar para suas reuniões, sem direito a voto, os responsáveis dos diversos departamentos, em função das matérias a serem tratadas.


Subsecção II
Do Órgão de Fiscalização

Artigo 13.º
Órgão de fiscalização

O órgão de fiscalização é constituído pelo fiscal único, cuja forma de nomeação e competências encontram-se definidas nos artigos 20.º e 21.º do Estatuto Hospitalar.

Subsecção III
Dos órgãos de apoio técnico

Artigo 14.º
Órgãos de Apoio Técnico

1. São órgãos de apoio técnico do HNGV:
a) Conselho técnico;
b) Comissão médica;
c) Comissão de enfermagem;
d) Comissão de farmácia e terapêutica;
e) Comissão de ética;

2. A composição, as competências e forma de funcionamento, dos órgãos previstos no número anterior, obedecem o estipulado nos artigos 23.º a 29.º do Estatuto Hospitalar;

3. Cada órgão de apoio técnico deve elaborar e apresentar ao conselho de administração, para aprovação, o plano de acção anual e o relatório de actividades.


CAPITULO III
Organização e Funcionamento dos Serviços do HNGV

Secção I
Da organização dos Serviços

Artigo 15.º
Tipologia dos Serviços

1. As actividades do HNGV desenvolvem-se em três tipos de serviços:
a) Serviços Assistenciais;
b) Serviços de Apoio;
c) Serviços Administrativos e Financeiros.

2. Os Serviços Assistenciais constituem a Direcção Técnica;

3. Os Serviços de Apoio e os Serviços Administrativos e Financeiros constituem a Direcção dos Serviços de Apoio Administrativo e Financeiro.

4. Na dependência directa do Director Geral funciona o Gabinete de Controle de Qualidade e Comunicação Social e a Junta Medica Nacional


Artigo 16.º
Direcções de serviço

1. A Direcção Técnica é Assegurada pelo Director clínico e pelo Director de Enfermagem, cujas formas de nomeação e competências se encontram definidas nos artigos 18.º e 19.º, respectivamente, do Estatuto Hospitalar.

2. A Direcção de Apoio Administrativo e Financeiro é assegurada pelo Administrador, cujas formas de nomeação e competências se encontram definidas nos artigos 17.º do Estatuto Hospitalar.

3.As direcções de serviços têm como unidade básica de organização os departamentos, e estes, englobam as unidades funcionais.


Artigo 17.º
Departamentos

1. Cada departamento é chefiado por um chefe de departamento nomeado em comissão de serviço, por um período de 2 anos renováveis;

2. Sem prejuízo do estipulado no n.º 2 do artigo 30.º do Estatuto Hospitalar, os chefes de departamento devem ser nomeados, em comissão de serviço, de entre funcionários, agentes ou trabalhadores da função pública com a categoria mínima de Técnico Profissional Grau D, e com experiencia de gestão hospitalar relevante.

3. O chefe de departamento exerce as suas funções nos termos do artigo 29.º do Estatuto Hospitalar.


Artigo 18.º
Unidades funcionais

1. As unidades funcionais, que reúnem os requisitos previstos na lei, podem ser constituídas em secções de serviço, chefiadas por chefes de secção.

2. O chefe de secção é nomeado de entre funcionários, agentes ou trabalhadores da função pública, com a categoria mínima de Técnico profissionais, com experiencia relevante nos serviços hospitalares.

3. Compete ao chefe de secção, nomeadamente:
a) Zelar pelo cumprimento das atribuições da respectiva unidade;
b) Gerir os recursos humanos afectos à respectiva unidade, nomeadamente na definição de funções, distribuição interna das tarefas e poder disciplinar;
c) Gerir o património bem como o abastecimento, uso e responsabilização de bens consumíveis afectos à respectiva unidade;
d) Manter um registo extensivo das actividades da respectiva unidade;
e) Exercer outras actividades que legalmente lhe forem incumbidas pelo superior hierárquico.
Artigo 19.º
Responsabilidade

No HNGV, de acordo com a hierarquia estabelecida, é adoptado o seguinte sistema de responsabilização:

a) O Director-Geral do HNGV responde perante o Ministro da Saúde.
b) O Director Clínico, o Director de Enfermagem e o Administrador respondem perante o Conselho de Administração, nos termos estabelecidos no Estatuto Hospitalar.
c) O chefe do Gabinete de Controlo de Qualidade e Comunicação Social, o presidente da Junta Medica Nacional respondem directamente perante o Director Geral do HNGV;
d) Os chefes de departamentos respondem perante o respectivo director de serviço.
e) Os responsáveis das unidades responde perante o respectivo chefe de departamento,
f) Os trabalhadores do HNGV, respondem perante o responsável da unidade, ou directamente ao chefe de departamento, nos casos em os departamentos não se encontram estruturados em unidades funcionais;

Secção II
Da Direcção Técnica

Artigo 20.º
Composição

1. A Direcção Técnica do HNGV compreende os serviços de prestação directa de cuidados de saúde aos utentes, e encontra-se organizado nos seguintes departamentos:
a) Departamento de Medicina Interna
b) Departamento de Cirurgia;
c) Departamento de Pediatria;
d) Departamento de Ginecologia e Obstetrícia
e) Departamento do Bloco Operatório e Anestesia;
f) Departamento do Serviço de Emergência e Serviços ambulatório;
g) Departamento de Reabilitação Médica e Serviços Paliativos
h) Departamento de Laboratório e Banco de Sangue;
i) Departamento de Radiologia;
j) Departamento de Farmácia e Nutrição;
k) Departamento de Encaminhamentos, Medicina Forense e Assistência Social;

2. Os departamentos assistenciais são chefiados por médicos ou, no mínimo, por técnicos profissionais, com experiencia relevante no exercício efectivo de profissão.
3. Os departamentos assistenciais encontram-se sob a orientação técnica e direcção conjunta do director clínico e do director de enfermagem, cujas competências de cada um se encontram definidas, respectivamente, nos artigos 18º e 19º do Estatuto Hospitalar.


Artigo 21.º
Departamento de Medicina Interna

1- São atribuições do Departamento de Medicina Interna:
a) Prestar os respectivos cuidados especializados de medicina interna, nos termos do PBCH, em regime de ambulatório, urgência e internamento;
b) Promover a educação para saúde nas diversas áreas de especialização clínica;
c) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados com os serviços prestados pelo departamento.
2- O Departamento dos Serviços de Medicina Interna compreende, designadamente, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Cardiologia, a qual compete, realizar o diagnóstico e tratamento especializado em cardiologia, bem como, promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização.
b) Unidade de Pulmonologia, a qual compete, realizar o diagnóstico e tratamento especializado em pulmonologia, bem como, promover e educação para a saúde na respectiva área de especialização.
c) Unidade de Medicina Interna Feminina e Unidade de Medicina Interna Masculina, as quais compete, realizar o diagnostico e tratamento especializado em medicina interna e suas diversas sub-especializações, bem como, promover a educação para saúde na respectiva área.
d) Unidade de Nefrologia e Hematológico, a qual compete, no âmbito do PBCH, realizar o diagnóstico e tratamento especializado em nefrologia e hematologia.
e) Unidade de Enfermaria Especial, a qual compete prestar cuidados de enfermagem especializados e sub-especializados, aos doentes internados nesta unidade.

Artigo 22.º

Departamento de Cirurgia

1- São atribuições do Departamento de Cirurgia:
a) Prestar os respectivos cuidados cirúrgicos, nos termos do PBCH, em regime, ambulatório, de internamento, urgência e no bloco operatório;
b) Promover a educação para a saúde, na área da sua especialização clínica;
c) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.
2- O Departamento dos Serviços de Cirurgia compreende, designadamente, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Cirurgia Geral Feminino e Unidade de Cirurgia Geral Masculino, a qual compete realizar o tratamento cirúrgico, bem como prestar aconselhamento técnico ao paciente e familiares sobre os cuidados pós cirurgia.
b) Unidade de Ortopedia, a qual compete o diagnóstico e tratamento especializado em ortopedia, bem como a promoção e educação à saúde na respectiva área de especialização.
c) Unidade de Urologia, a qual compete o diagnóstico e tratamento especializado em urologia, bem como a promoção da educação para saúde na respectiva área de especialização.


Artigo 23.º
Departamento de Pediatria

1- São atribuições do Departamento de Pediatria:
a) Prestar os respectivos cuidados pediátricos, nos termos do PBCH, em regime ambulatório, de internamento, urgência e no bloco operatório;
b) Providenciar serviços de promoção e educação à saúde consoante a sua especialização clínica;
c) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.
2- O Departamento dos Serviços de Pediatria compreende, designadamente, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Pediatria I e Unidade de Pediatria II, as quais compete realizar o diagnóstico e tratamento pediátrico especializado, bem como a promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização, incluindo educação sobre puericultura e conhecimentos básicos de higiene e nutrição.
b) Unidade de Neonatologia, a qual compete realizar o diagnóstico e tratamento especializado em neonatologia, bem como promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização, inclusive transmitindo conhecimentos sobre amamentação e puericultura.



Artigo 24.º
Departamento de Obstetrícia e Ginecologia

1- São atribuições do Departamento de Obstetrícia e Ginecologia:
a) Prestar os respectivos cuidados obstétricos e ginecológicos, nos termos do PBCH, em regime ambulatório, de internamento, urgência e no bloco operatório;
b) Providenciar serviços de promoção e educação à saúde consoante a sua especialização clínica;
c) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.
2- O Departamento dos Serviços de Obstetrícia e Ginecologia compreende, designadamente, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Obstetrícia, a qual compete realizar o diagnóstico e tratamento obstétrico especializado, bem como promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização.
b) Unidade de Ginecologia, a qual compete realizar o diagnóstico e tratamento especializado em ginecologia, bem como promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização.
c) Unidade Pós-Natal, ao qual compete realizar o diagnóstico e tratamento especializado às parturientes, bem como promover a educação para a saúde na respectiva área de especialização, incluindo a transmissão de conhecimentos básicos sobre a amamentação e a nutrição no geral.


Artigo 25.º
Departamento do Bloco Operatório e Anestesia

1- São atribuições do Departamento do Bloco Operatório Central:
a) Gerir o bloco operatório central;
b) Em coordenação com o Departamento de Serviços de Anestesia, prestar apoio técnico-clínico aos departamentos, na realização de intervenções cirúrgicas;
c) Prestar os respectivos cuidados anestésicos e intensivos, em regime, ambulatório, de internamento, nas urgências e no bloco operatório;
d) Gerir os equipamentos e facilidades dos cuidados intensivos;
e) Executar e supervisionar as actividades da Unidade de Anestesia e de Recuperação Pós-Operatória;
f) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.


2- O Departamento do Bloco Operatório Central e Anestesia compreende, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade do Bloco Operatório, a qual é atribuída a responsabilidade de:
i - Preparar e disponibilizar os instrumentos necessários para as intervenções cirúrgicas bem como prestar outros apoios logísticos necessários para o bom andamento das intervenções cirúrgicas no bloco operatório.
ii - Garantir a esterilização de instrumentos cirúrgicos e outros materiais, necessários às intervenções cirúrgicas e outras intervenções médicas no HNGV.
b) Unidade de Anestesia, a qual compete:
i - Preparar o doente para ser submetido a intervenção cirúrgica, ministrando a anestesia e acompanhar o processo de intervenção cirúrgica.
ii - Acompanhar e prestar apoios, inclusive intensivos, aos doentes em recuperação pós-operatória.


Artigo 26.º
Departamento de Emergência e Serviço Ambulatório

1- São atribuições do Departamento de Emergência e Serviço Ambulatório:
a) Prestar cuidados de emergência nas áreas clínicas gerais e especializadas incluindo intervenções para estabilização de doentes antes do seu devido encaminhamento para departamentos e unidades funcionais relevantes;
b) Submeter à Junta Medica Nacional os doentes necessitando de cuidados especializados não existentes no HNGV;
c) Prestar apoio médico-clínico aos serviços nacionais de ambulância e colaborar pela eficiência e eficácia dos mesmos serviços, na componente relacionada com os serviços de urgência;
d) Prestar cuidados ambulatórios nas áreas especializadas e sub-especializadas, nos termos do PBCH;
e) Prestar cuidados de prevenção, promoção e educação para saúde nos termos do PBCH;
f) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.


2- O Departamento de Emergência e Serviço Ambulatório compreende, as seguintes unidades funcionais:

a) Unidade de Emergência a qual é atribuída as seguintes a responsabilidades:
i - Efectuar a triagem de doentes que se apresentam aos serviços de emergência e prestar-lhes os cuidados nos termos dos protocolos em vigor,
ii - Participar nas operações de socorro e de transporte de sinistrados na zona da capital Dili e seus subúrbios;
iii - Proceder a observação clínica dos doentes nos serviços de urgência, por um período de 2 a 8 horas, após o qual se deve decidir pelo internamento ou alta.
Iv - Prestar cuidados de cirurgia menor a doentes em regime ambulatório e de urgência.
b) Unidade dos Serviços Ambulatórios a qual é atribuída as seguintes competências:
i - Realizar o diagnóstico e tratamento ambulatório dos pacientes nas especialidades disponíveis no HNGV, nomeadamente oftalmologia, psiquiatria, pediatria, medicina interna, e outros;
ii - Promover junto aos doentes e seus familiares a educação para a saúde;
iii – Efectuar o diagnóstico e tratamento ambulatório das doenças bucais bem como a educação para saúde oral aos doentes e seus familiares.


Artigo 27º
Departamento de Reabilitação Médica e Serviço Paliativo

1. São atribuições do Departamento de Reabilitação Medica e Serviço Paliativo:
a) Gerir os equipamentos e as facilidades de reabilitação médica e acupunctura;
b) Prestar cuidados complementares em reabilitação médica e acupunctura, nos termos do PBCH, em regime ambulatório e de internamento, e nas urgências;
c) Promover a educação para a saúde na sua área de intervenção;
d) Prestar serviços paliativos.

1- O Departamento de Reabilitação Médica e Serviço Paliativo compreende, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de reabilitação medica e acupunctura a qual compete:
i - Assegurar os cuidados terapêuticos complementares em fisioterapia, acupunctura e terapia ocupacional, aos doentes em regime ambulatório ou internados.
b) Unidade de Serviços Paliativos , a qual é compete:
i – Prestar cuidados paliativos a doentes nos seus domicílios;
ii – Prestar aconselhamento técnico aos familiares dos doentes terminais.


Artigo 28º
Departamento de Farmácia e Nutrição

1. São atribuições do Departamento de Farmácia e Nutrição:
a) Gerir o abastecimento e os armazéns de medicamentos e bens consumíveis.
b) Atender às requisições de medicamentos e bens consumíveis provenientes dos diversos departamentos do HNGV;
c) Atender às receitas médicas dos doentes em regime de ambulatório, internamento e nas urgências;
d) Apoiar aos departamentos dos serviços assistenciais na área de aconselhamento dietético e supervisão de alimentação fornecida aos doentes;
e) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relativamente aos serviços prestados pelo departamento.

2. O Departamento de Farmácia e Nutrição compreende as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Farmácia, a qual compete:
i - Quantificar as necessidades do HNGV em medicamentos e outros bens consumíveis similares, requisitá-los ao SAMES ou outro fornecedor e garantir o seu atempado fornecimento;
ii - Efectuar a devida recepção, registo de entradas e saídas e armazenamento, dos medicamentos e bens consumíveis similares.
iii - atender às requisições de medicamentos e bens consumíveis similares, provenientes dos diversos departamentos do HNGV, bem como, fornecer mediante receitas médicas, medicamentos a doentes em regime de ambulatório e nas urgências, mantendo o registo rigoroso da entrada e saída dos medicamentos.

b)Unidade de Nutrição, a qual compete:
i - Supervisionar o abastecimento e a qualidade de alimentação fornecida aos doentes;
ii – Assegurar o aconselhamento dietético aos doentes em regime ambulatório e de internamento.



Artigo 29º
Departamento de Radiologia

1- São atribuições do Departamento de Radiologia:
a) Gerir os equipamentos e facilidades nas instalações de radiologia;
b) Prestar cuidados radiodiagnósticos complementares, nos termos do PBCH, em regime de ambulatório e internamento, nas urgências e no bloco operatório;
c) Em coordenação com o Departamento de Medicina Forense, executar e supervisionar as actividades da Unidade de Radiografia Forense sediado naquele departamento;
d) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.
e) Realizar exames em Tomografia Computorizada aos doentes em regime de ambulatório, urgências e internamento.
f) Realizar exames, de ultra-som, radiografia, radiológicos com contrastes, radiografia dentária e outros, a doentes em regime ambulatório, nas urgências e internados.


Artigo 30º
Departamento de Laboratório e Banco de Sangue

1- São atribuições do Departamento de Laboratório:
a) Gerir os equipamentos, bens consumíveis e facilidades do laboratório;
b) Prestar cuidados de diagnóstico complementares em patologia clínica e anatómica, nos termos do PBCH, a pacientes em regime ambulatório, internados, nas urgências e no bloco operatório;
c) Em coordenação com o Unidade de Medicina Forense, executar e supervisionar as actividades laboratoriais sediadas naquela unidade;
d) Gerir os equipamentos e as facilidades do Banco de Sangue;
e) Mobilizar doadores de sangue, proceder à recolher e devido acondicionamento do sangue.
f) Garantir o fornecimento de sangue e seus componentes aos departamentos assistenciais do HNGV, e sempre que necessário a outros hospitais do SNS;
g) Em coordenação com a Unidade de Comunicação Social do HNGV e o Departamento de Promoção e Educação para a Saúde dos Serviços Centrais do Ministério da Saúde, levar acabo campanhas de mobilização de doadores de sangue;
h) Supervisionar as actividades e garantir o controlo de qualidade dos Bancos de Sangue sediados noutros Hospitais do SNS;
i) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados com serviços prestados pelo departamento.
2- O Departamento de Laboratório e Banco de Sangue compreende, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Laboratorio, a qual compete:
i - Assegurar o suporte complementar em flebotomia aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.
ii - Realizar análises hematológicas aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.
Iii - Realizar as análises químicas e clínica aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.
Iv - Realizar as análises de serologia aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.
v - Realizar análises de citologia aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.
vi - Realizar análises de microbiologia aos doentes em regime de ambulatório, urgências, internamento e no bloco operatório.

b) Unidade de Banco de Sangue, a qual compete:
i - Mobilizar doadores de sangue e efectuar a respectiva recolha e acondicionamento.
ii - Receber as requisições de sangue, processá-las nos termos definidos, e assegurar o seu atendimento atempado.
iii – Controlar e garantir a qualidade do sangue dos Bancos de Sangue de outros Hospitais do SNS.

Artigo 31.º
Departamento de Encaminhamento, Medicina Forense e Assistência Social

1. São atribuições do Departamento de Encaminhamento medicina Forense e Assistência Social:
a) Assegurar o processo de encaminhamento de pacientes para Junta Medica Nacional;
b) Reencaminhar os pacientes para os hospitais de referência ou distritais após tratamento no HNGV.
c) Estabelecer contactos com instituições sociais, nomeadamente Ministério da Solidariedade e ONGs de forma a garantir apoios aos pacientes mais carenciados.
d) Providenciar assistência religiosa aos pacientes, sempre que manifestarem tal necessidade.
e) Gerir os equipamentos e as facilidades da Unidade de Medicina Forense;
f) Prestar serviços de medicina forense nos termos da legislação vigente;
g) Compilar dados e preparar relatórios estatísticos relacionados aos serviços prestados pelo departamento.
h) Assegurar o serviço mortuário.


2. O Departamento Encaminhamento, Medicina Forense e Assistência Social é composto pelas seguintes unidades funcionais:

a) Unidade de encaminhamento, a qual compete:
i - Encaminhar os pacientes para junta medica;
ii - Reencaminhar os pacientes para os hospitais de referência ou distritais após tratamento no HNGV;
iii – Funcionar como Secretariado da Comissão Nacional de Junta Medica, prestando-lhe todo o suporte técnico-administrativo;
Iv – Assegurar a assistência religiosa aos pacientes;
v – Em cooperação com o Ministério de Solidariedade garantir apoios necessários aos doentes carenciados.

b) Unidade de Medicina Forense, a qual compete:
i - Efectuar diagnósticos complementares e análises de patologia nos cadáveres em autópsia;
ii – Acolher e acondicionar os cadáveres bem como realizar as autópsias nas situações legalmente previstas ou superiormente determinadas.
iii – Realizar outros exames solicitados pelos órgãos judiciais e de investigação criminal.
iv – Assegurar o serviço de mortuário



Secção III
Da Direcção dos Serviços de Apoio Administrativo e Financeiro

Artigo 32º
Serviços de Apoio Administrativo e Financeiro

1- A Direcção dos Serviços de Apoio Administrativo e Financeiro do HNGV encontra-se organizada nos seguintes departamentos:
a) Departamento de Administração Finanças e Logística;
b) Departamento do Plano, Recursos Humanos e Estatística;

2- Os Chefes de departamentos dos Serviços de Apoio Administrativo e Financeiro respondem, directamente, perante o Administrador do HNGV.


Artigo 33º
Departamento da Administração Finanças e Logística

1- São atribuições do Departamento da Administração Finanças e Logística:
a) Gerir os procedimentos administrativos necessários ao bom funcionamento do HNGV;
b) Garantir o registo actualizado do património mobiliário e imobiliário afecto ao HNGV;
c) Preparar o orçamento anual do HNGV;
d) Em coordenação com departamentos relevantes, garantir a devida execução do orçamento anual do HNGV;
e) Gerir os recursos financeiros do HNGV.
f) Garantir suporte logístico necessário ao funcionamento do HNGV;
g) Garantir a manutenção e reparação dos bens móveis e imóveis afectos ao HNGV;
h) Proceder a aquisição de bens, serviços e obras consoante o orçamento do HNGV, em concertação com a Unidade de Gestão do Património,
i) Gerir os armazéns do HNGV;
j) Assegurar a aquisição de bens móveis, imóveis e consumíveis para uso do HNGV.


2- O Departamento de Administração Finanças e Logística compreende, as seguintes unidades funcionais:

a) Unidade de Administração, a qual compete:

i. Gerir os procedimentos administrativos necessários ao bom funcionamento do HNGV;
ii. Manter um registo actualizado e um arquivo centralizado de correspondências e processos relativos as actividades dos departamentos do HNGV, de modo a facilitar consultas posteriores;
iii. Prestar apoio administrativo aos diferentes departamentos do HNGV, na organização do arquivo.
iv. Manter um registo actualizado e extensivo dos bens móveis e imóveis afectos HNGV, designadamente os meios de transporte, os mobiliários, equipamentos e utensílios electrónicos, equipamentos de informática, equipamentos médicos e outros;
v. Em concertação com a unidade de Logística e das Finanças, proceder a aquisição de bens, serviços e realizar obras conforme previsto no orçamento do HNGV.

b) Unidade de Apoio Logístico, a qual compete:

i. Garantir todo o suporte logístico necessário ao funcionamento do HNGV
ii. Gerir os armazéns do HNGV,
iii. Gerir todos imóveis afectos ao HNGV, mantendo os seus registos actualizados e garantindo a sua manutenção e reparação;
iv. Manter e/ou supervisionar a limpeza nas dependências do HNGV;
v. Garantir o regular abastecimento e revezamento da roupa de cama hospitalar;
vi. Assegurar o tratamento dos resíduos hospitalares do HNGV;
vii. Garantir o bom funcionamento dos esgotos e o regular tratamento dos jardins do HNGV;
viii. Gerir o parque automóvel do HNGV e o respectivo pessoal.

c) Unidade de Finanças a qual compete:

i. Preparar o orçamento anual do HNGV;
ii. Garantir a execução do orçamento do HNGV;
iii. Gerir o fundo de maneio, fundo de adiantamento e outras formas de liquidez financeira do HNGV;
iv. Gerir as receitas do HNGV;
v. Garantir a adequada contabilização dos recursos financeiros do HNGV;
vi. Gerir toda a aquisição de bens, serviços e obras de acordo com o orçamento HNGV.
vii. Preparar relatórios financeiros, com a periodicidade estabelecida na lei.


Artigo 34.º
Departamento de Planeamento, Recursos Humanos e Estatística

1. São atribuições do Departamento de Planeamento, Recursos Humanos e Estatística:
a) Elaborar os planos estratégicos e planos de acção semestrais, anuais e plurianuais;
b) Supervisionar e monitorar os resultados da implementação dos planos de acção;
c) Preparar os relatórios sobre a execução dos planos;
d) Gerir todo o pessoal afecto ao HNGV, mantendo actualizado o registo extensivo dos mesmos;
e) Participar no recrutamento de trabalhadores para os diferentes departamentos do HNGV;
f) Elaborar o plano de desenvolvimento dos recursos humanos;
g) Facilitar a formação contínua dos profissionais de saúde do HNGV, mobilizando sempre que necessário, bolsas de estudos para o efeito.
h) Em coordenação com os diversos departamentos, preparar os planos estratégicos e planos de acção anuais do HNGV, nos termos das normas em vigor, incluindo o PBCH.
i) Monitorar e supervisionar a execução dos planos de acção anuais e a execução do orçamento anual, bem como preparar os relatórios, nos termos das normas vigentes;
j) Gerir os registos e processos clínicos (medical record) dos doentes do HNGV;
k) Compilar e analisar os dados e relatórios dos diversos departamentos do HNGV, e preparar os relatórios consolidados regulares a serem enviados ao Gabinete de Informação e Vigilância Epidemiológica do Ministério da Saúde;
l) Publicar periodicamente informações relativas as estatísticas de saúde no HNGV;
m) Gerir a biblioteca de saúde e o sistema informático do HNGV

2. O Departamento de Planeamento, Recursos Humanos e Estatística compreende, as seguintes unidades funcionais:
a) Unidade de Planeamento, a qual compete:
i - Elaborar os planos estratégicos e planos de acção semestrais, anuais ou plurianuais;
ii - Supervisionar e monitorar os resultados da implementação dos planos;
iii - Preparar os relatórios sobre a execução dos planos;
b) Unidade de Recursos Humanos a qual é atribuída as seguintes competências:
i - Garantir a gestão eficiente de todo o pessoal afecto ao HNGV, mantendo actualizado um registo extensivo dos mesmos;
ii - Participar no recrutamento de trabalhadores para os diferentes departamentos do HNGV;
iii - Elaborar o plano de desenvolvimento dos recursos humanos;
iv - Facilitar a formação contínua dos profissionais de saúde do HNGV, mobilizando, sempre que necessário, bolsas de estudos para o efeito;
c) Unidade de Estatística, a qual compete:
i - Gerir os registos e processos clínicos (medical record) dos doentes do HNGV;
ii - Compilar e analisar os dados e relatórios dos diversos departamentos do HNGV, e preparar os relatórios consolidados regulares a serem enviados ao Gabinete de Informação e Vigilância Epidemiológica do Ministério da Saúde;
iii - Publicar periodicamente informações relativas as estatísticas de saúde no HNGV;
iv - Gerir a biblioteca de saúde e o sistema informático do HNGV.


3. No cumprimento das suas atribuições o Departamento dos Recursos Humanos deve manter uma estreita relação com departamentos relevantes do HNGV, bem como, com a Direcção Nacional dos Recursos Humanos dos Serviços Centrais do Ministério da Saúde.



Secção IV
Gabinete de Controlo de Qualidade e Comunicação social

Artigo 35.º
Definição

Na dependência directa do Director Geral do HNVG, funciona o Gabinete de Controlo de Qualidade e Comunicação Social, cujo chefe é equiparado para todos efeitos legais a chefe de departamento.

Artigo36.º
Atribuições

1. São atribuições do Gabinete de Controlo de Qualidade e Comunicação Social:
a) Definir os protocolos de diagnóstico e tratamento, necessários à garantia da qualidade de serviços prestados no HNGV e disseminá-los a todos os profissionais de saúde que exercem as suas funções no HNGV;
b) Promover a realização sessões de melhoramento de competências técnicas para os profissionais de saúde do HNGV, nos termos dos protocolos adoptados;
c) Monitorar a qualidade dos serviços prestados no HNGV, garantir a observância das regras de controle de infecções, identificar as lacunas e providenciar apoio ao suprimento das mesmas;
d) Prestar apoio jurídico ao Conselho de Administração do HNGV;
e) Apoiar na elaboração dos regulamentos de funcionamento dos diversos departamentos e unidades;
f) Disseminar as leis e regulamentos no seio dos profissionais do HNGV;
g) Assegurar os serviços protocolares do HNGV e a relação com os médias;
h) Divulgar, através dos órgãos de comunicação social, as actividades do HNGV;
i) Assegurar a participação do Hospital nas campanhas de educação para a saúde.

2. O Gabinete de Controlo de Qualidade e Comunicação Social é composto pela Unidade de Apoio Jurídico e Contencioso, Unidade de Controlo de Qualidade e Unidade de Comunicação Social.
a) Unidade de Controlo de Qualidade, a qual compete:
i - Definir os protocolos de diagnóstico e tratamento, necessários à garantia da qualidade dos serviços prestados no HNGV e, disseminá-los à todos os profissionais de saúde que exercem as suas funções no HNGV;
ii - Promover a realização de sessões de esclarecimento de competências técnicas para os profissionais de saúde do HNGV, nos termos dos protocolos adoptados;
iii - Monitorar a qualidade dos serviços prestados no HNGV, garantir a observância das regras de controle de infecções, identificar as lacunas e providenciar apoio ao suprimento das mesmas;

b) Unidade de Apoio Jurídico e contencioso, a qual compete:
i - Prestar apoio jurídico ao Conselho de Administração do HNGV;
ii - Apoiar na elaboração dos regulamentos de funcionamento dos diversos departamentos e unidades;
iii - Disseminar as leis e regulamentos no seio dos profissionais do HNGV;
iv – Colaborar na resolução dos conflitos laborais.

c) Unidade de Comunicação Social, a qual compete:
i - Assegurar os serviços protocolares do HNGV e a relação com os médias;
ii - Divulgar, através dos órgãos de comunicação social, as actividades do HNGV;
iii - Assegurar a participação do Hospital nas campanhas de promoção da educação para a saúde.

Secção V
Da Junta Medica nacional

Artigo 37.º
Junta Medica Nacional

1. As competências da Junta Medica Nacional, a sua composição e forma de nomeação dos seus membros, estão definidos no Decreto -Lei n.º 9/2010 de 21 de Julho.

2. A Junta Medica Nacional, encontra-se organicamente na dependência directa do Director Geral do HNGV.




CAPITULO IV
Recursos Humanos e Financeiros do HNGV

Secção I
Dos Recursos Humanos

Artigo 38.º
Regime

Os trabalhadores do HNVG estão sujeitos ao regime do Estatuto da Função Publica, podendo os médicos, enfermeiros e técnicos de saúde estarem sujeitos aos regime do contrato individual de trabalho, conforme previsto no artigo 36.º do Estatuto Hospitalar.

Artigo 39.º
Poder Disciplinar

1. O poder disciplinar é exercido conforme as normas gerais da Função Pública, nomeadamente as estabelecidas no Estatuto da Função Publica, o Código de Disciplina das Profissões de Saúde, o presente regulamento e demais legislação aplicável;

2. Todos os profissionais de saúde que exercem funções de direcção ou chefia no HNGV, tem o dever de cumprir e fazer cumprir os princípios e normas de ética das profissões e do ‘leges artis’.

3. Todo aquele que verificar a violação do estipulado neste regulamento, tem o dever de reportar do facto ao superior hierárquico.

Artigo 40.º
Deveres

Para além dos deveres estipulados no Capitulo V do Estatuto da Função Publica, os trabalhadores do HNGV, independentemente da sua nacionalidade e regime contratual, devem ainda:

a) Apresentar-se devidamente vestidos e/ou fardados, tendo sempre visível a respectiva identificação durante as horas de serviço e no atendimento aos utentes;
b) Serem pontuais no cumprimento dos horários de serviço e flexíveis às exigências imprevistas de trabalho;
c) Estarem disponíveis para atendimento às situações de urgência medica, sempre que a situação o requerer ou que solicitados pela direcção do Hospital.
d) Atenderem aos utentes com prontidão, eficácia, delicadeza e humanismo, não sacrificando a prontidão e qualidade da atenção pelo preenchimento de requisitos burocráticos;
e) Observarem as regras de confidencialidade e sigilo profissional assegurando a protecção dos dados e informações relativos aos doentes e colegas de serviço;
f) Estarem sempre prontos para trabalhar em equipa e partilharem os conhecimentos com os colegas.



Artigo 41.º
Horário de trabalho

1. Sem prejuízo do estabelecido no artigo 50º do Estatuto da Função Publica, é adoptado para os serviços assistenciais do HNGV o regime de trabalho por turnos;
2. Compete à direcção técnica submeter ao conselho de administração, para aprovação, o horário do funcionamento dos turnos para cada departamento.
3. Os serviços de apoio, bem como, os serviços administrativos e financeiros funcionam no horário normal estabelecido para a função publica, isto é, das 8.00h as 12.30h e das 13.30 às 17.30.

Artigo 42.º
Avaliação do desempenho

1- Sem prejuízo do estipulado nas normas gerais de avaliação do desempenho dos funcionários publicos, os trabalhadores do HNGV, são avaliados na sua produtividade e disciplina em função dos objectivos dos HNGV e responsabilidades atribuídas ao departamento e/ou unidade funcional em que trabalham.
2- A avaliação do desempenho é feita de forma contínua ou regular pelos superiores hierárquicos imediatos, conforme estipulado nas normas gerais e regulamentares.


Secção II
Recursos Financeiros

Artigo 43.º
Gestão dos recursos financeiros

1- Constituem receitas do HNGV as previstas no n.º 2 do artigo 35.º do Estatuto Hospitalar.
2- A cobrança de receitas rege-se pelo Diploma Ministerial Nº2/2006 de 15 de Fevereiro.
3- A gestão dos recursos financeiros rege-se pelo disposto nas alíneas c) d) e e) do artigo 5º do Estatuto Hospitalar.



CAPITULO V
Parcerias Inter-institucionais

Artigo 44º
Colaboração com instituições congéneres e instituições de ensino superior

1- O HNGV procurará estabelecer parcerias e outras formas de cooperação, com equipas médicas especializadas de países estrangeiros que tenham acordos com o Ministério da Saúde, para prestação de serviços especializados, ou instituições congéneres para parcerias de benefício mútuo, bem como, com instituições de ensino superior, nacionais e estrangeiras, para formação e investigação na área de saúde, privilegiando as relações com a Universidade de Timor Lorosa’e e o Instituto Nacional de Saúde.
2- As relações previstas no número anterior são objecto de protocolos de cooperação a serem estabelecidos com as referidas instituições.

Artigo 45.º
Voluntariado

O HNGV encontra-se aberto ao estabelecimento de parcerias, quer com instituições quer com indivíduos que trabalham na área de voluntariado na prestação de cuidados de saúde, principalmente nas especialidades de que carece o HNGV, em especial na área de assistência social.


CAPITULO VI
Disposições finais e transitórias

Artigo 46.º
Remissões

A remissão para diplomas legais e regulamentares feitas no presente regulamento considerar-se-ão efectuadas para aqueles que vierem a regular, no todo ou em parte, as matérias em causa.

Artigo 47.º
Regulamentação complementar

1- Compete ao conselho de administração do HNGV autorizar a regulamentação e adopção de instruções complementares que se mostrem necessárias para a aplicação do presente regulamento, e sempre que for necessário, com homologação superior.

2- As autorizações referidas no número anterior pode ser emitidas, em forma de:
a) Despacho do presidente do conselho de administração, quando se trata de matéria de exclusiva competência do presidente do conselho de administração, incluindo nomeações e transferências aprovadas pelo conselho de administração;
b) Circular do conselho de administração, assinado pelo presidente, quando se trata de assuntos normativos ou instruções que necessitam de divulgação tanto a nível hospitalar, como para a comunidade e os utentes;
c) Directriz, assinada pelo presidente do conselho de administração, quando se trata de instruções ou protocolos técnico administrativos para uso interno no HNGV;
d) Manual, assinado pelo presidente do conselho de administração, quando se trata de instruções ou protocolos técnico-clinicos para uso interno no HNGV;


Artigo 48.º
Entrada em vigor

Este regulamento interno entra em vigor com efeitos reportados à data da aprovação.

Elaborado e submetido à aprovação de S.E. o Sr. Ministro da Saúde em Dili, aos dias do mês de Março de 2011.

O Presidente do Conselho de Administração



(Dra. Odete da Silva Viegas)

Aprovado pelo Ministro de Saúde em Dili, aos dias de Março de 2011



(DR Nelson Martins,MD,MHM,Ph.D)